TUGAS PKN : HUKUM ADAT DI INDONESIA
HUKUM ADAT DI INDONESIA
Diajukan untuk memenuhi tugas mandiri mata
kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen: H. R. Agus Abikusna SH. MM
Disusun oleh
ATIEQ FAUZIATI 1415203018
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI
ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH
NURJATI
CIREBON
2015
KATA PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah SWT, yang telah menurunkan Nabi Muhammad SAW untuk umatnya di
dunia ini sebagai petunjuk menggapai kehidupan di dunia ini menuju kehidupan
abadi.
Sholawat
dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang telah
membimbing kita dari jalan yang gelap menuju jalan yang terang, yakni dengan
tersiarnya agama islam.
Dengan
Hidayah, Rahmat dan Anugerah Allah SWT. Makalah PKn dengan judul Hukum Adat di
Indonesia dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah mendukung terselesaikannya makalah ini khusunya kepada
Bapak H. R. Agus Abikusna SH., MM.
Semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Cirebon,
November 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTAR
ISI........................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................... 1
C. Tujuan............................................................................................................. 1
BAB
II PEMBAHASAN...................................................................................... 2
A. Pengertian Hukum Adat………………………………………………….. 2
B. Ciri-ciri Hukum Adat……………………………………………………... 3
C. Dimensi Hukum Adat…………………………………………………...... 3
D. Adat dan Hukum Adat................................................................................ 4
E. Asas-asas Pokok dalam Hukum Adat…………………………………..
6
F. Kedudukan
Hukum Adat……………………………………………… 8
G. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Hukum Adat…………….. 9
H. Sumber
Hukum Adat………………………………………………….. 10
I. Pembidangan Hukum Adat……………………………………………...
11
BAB III PENUTUP............................................................................................. 16
Kesimpulan....................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Hukum di Indonesia terbagi menjadi dua, yakni
hukum nasioan atau perundang-undangan tertulis, serta hukum adat sebagai hukum
Indonesia asli yang tidak tertulis.
Hukum adat adalah peraturan kebiasaan yang dipertahankan
di dalam pergaulan hidup bersifat memaksa dan memiliki sanksi.
Hukum adat tak pernah lepas dari unsure
kebudayaan. Dengan kebudayaan Indonesia yang beragam, menimbulkan berbagai
macam hukum adat yang menyesuaikan dengan kebudayaan di tiap daerah. Dalam
makalah ini penulis bermaksud membahas tentang hukum adat di Indonesia.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hukum adat?
2. Apa ciri-ciri hukum adat?
3. Apa saja dimensi hukum adat?
4. Apa hubungan antara adat dan hukum adat?
5. Apa saja asas pokok hukum adat?
6. Bagaimana kedudukan hukum adat?
7. Apa saja faktor yang mempengaruhi
perkembangan hukum adat?
8. Apa yang menjadi sumber hukum adat?
9. Bagaimana pembagian hukum adat?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian hukum adat.
2. Untuk mengetahui cirri-ciri hukum adat.
3. Untuk mengetahui dimensi hukum adat.
4. Untuk mengetahui hubungan antara adat dan
hukum adat.
5. Untuk mengetahui asas pokok hukum adat.
6. Untuk mengetahui kedudukan hukum adat.
7. Untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan hukum adat.
8. Untuk mengetahui sumber hukum adat.
9. Untuk mengetahui pembagian hukum adat.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hukum Adat
Berikut ini dikemukakan lima pengertian hukum adat oleh para ahli :
1.
Menurut
Cornelis van Vollenhoven
Hukum adat adalah himpunan peraturan tentang
perilaku yang berlaku bagi orang pribumi dan Timur Asing pada satu pihak
mempunyai sanksi (karena bersifat hukum), dan pada pihak lain berada dalam
keadaan tidak dikodifikasikan (karena adat)[1].
2.
Menurut Soekanto
Hukum adat adalah kompleks adat-adat yang
kebanyakan tidak dikitabkan, tidak dikodifikasikan dan bersifat paksaan
memiliki sanksi (dari hukum itu)[2].
3.
Menurut
Bushar Muhammad
Hukum adat adalah hukum yang mengatur tingkah
laku manusia Indonesia dalam hubungan satu sama lain baik yang merupakan
keseluruhan kelaziman, kebiasaan dan kesusilaan yang benar-benar hidup di
masyarakat adat karena dianut dan
dipertahankan oleh anggota masyarakat itu, maupun yang merupakan keseluruhan
peraturan-peraturan yang mengenai sanksi atas pelanggaran yang ditetapkan dalam
keputusan para penguasa adat (mereka yang mempunyai kewibawaan dan berkuasa
member keputusan dalam masyarakat adat itu yaitu dalam keputusan lurah,
penghulu, wali tanah, kepala adat dan hakim[3].
4.
Menurut
M.M. Djojodigoeno
Hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber
kepada peraturan-peraturan seperti peraturan-peraturan desa dan
peraturan-peraturan raja[4].
5.
Menurut
Soediman Kartohadiprodjo
Hukum adat adalah suatu jenis hukum tidak
tertulis yang tertentu yang memiliki dasar pemikiran yang khas yang prinsipil
berbeda dari hukum tertulis lainnya. Hukum adat bukan hukum adat karena
bentuknya tidak tertulis, melainkan hukum adat adalah hukum adat karena
tersusun dengan dasar pemikiran tertentu yang prinsipil berbeda dari dasar
pemikiran hukum barat[5].
Semua
suku bangsa dan etnis di Indonesia memiliki dan terikat secara kultural maupun
sosial ekonomi atas aturan dan tatanan nilai tradisional yang mengacu kepada
adat dan hukum adat dengan penselarasan hukum-hukum agama atau kepercayaan. Tanpa
disadari bahwa nilai luhur dari semua aspek kehidupan telah diatur dengan
norma-norma hukum adat yang teradat. Masyarakat adat memiliki tatanan dan
lembaga adat dengan berbagai perangkat hukum yang dimiliki dan memiliki
eksistensi yang kuat hingga saat ini. Lembaga adat terbukti sebagai lembaga
yang menyelesaikan konflik-konflik yang tidak mampu ditangani oleh lembaga
formal.
Masyarakat Adat didefinisikan sebagai : Kelompok masyarakat yang memiliki asal-usul leluhur (secara turun-temurun) di wilayah geografis tertentu, serta memiliki sistem nilai, ideologi, ekonomi, politik, budaya, sosial dan wilayah sendiri. Artinya suatu kelompok termasuk dalam masyarakat adat jika dia mempunyai sistem tersendiri dalam menjalankan penghidupan (liveli-hood) mereka, yang terbentuk karena interaksi yang terus menerus di dalam kelompok tersebut dan mempunyai wilayah teritori sendiri, dimana sistem-sistem nilai yang mereka yakini masih diterapkan dan berlaku bagi kelompok tersebut.
Masyarakat Adat didefinisikan sebagai : Kelompok masyarakat yang memiliki asal-usul leluhur (secara turun-temurun) di wilayah geografis tertentu, serta memiliki sistem nilai, ideologi, ekonomi, politik, budaya, sosial dan wilayah sendiri. Artinya suatu kelompok termasuk dalam masyarakat adat jika dia mempunyai sistem tersendiri dalam menjalankan penghidupan (liveli-hood) mereka, yang terbentuk karena interaksi yang terus menerus di dalam kelompok tersebut dan mempunyai wilayah teritori sendiri, dimana sistem-sistem nilai yang mereka yakini masih diterapkan dan berlaku bagi kelompok tersebut.
Jauh
sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia ini berdiri, harus diakui telah
hidup masyarakat dengan wujud kesatuan sosial dengan cirinya masing-masing yang
terus-menerus melembaga, sehingga menjadi suatu kebudayaan lengkap dengan
tatanan aturan tingkah lakunya. Interaksi yang terus menerus di antara mereka
membuat mereka mempunyai sistem politik, sistem ekonomi dan sistem pemerintahan
sendiri. Hukum adat pada umumnya belum/tidak tertulis dalam lembaran-lembaran
hukum.
B.
Ciri-ciri Hukum Adat
Ciri-ciri hukum adat adalah
:
1. Tidak tertulis dalam bentuk perundangan
dan tidak dikodifikasi.
2. Tidak tersusun secara sistematis.
3. Tidak dihimpun dalam bentuk kitab perundangan.
4. Tidak teratur.
5. Keputusannya tidak memakai konsideran (pertimbangan).
6. Pasal-pasal aturannya tidak sistematis dan tidak mempunyai penjelasan.
C. Dimensi Hukum Adat
2. Tidak tersusun secara sistematis.
3. Tidak dihimpun dalam bentuk kitab perundangan.
4. Tidak teratur.
5. Keputusannya tidak memakai konsideran (pertimbangan).
6. Pasal-pasal aturannya tidak sistematis dan tidak mempunyai penjelasan.
C. Dimensi Hukum Adat
Tiga dimensi hukum adat yang mengatur gerak
hidup manusia dimuka bumi ini yaitu
1. Dimensi Adat Tapsila (Akhlakul Qarimah)
1. Dimensi Adat Tapsila (Akhlakul Qarimah)
Yaitu dimensi yang mengatur norma-norma dan etika hubungannya dengan lingkungan sosial budaya, pergaulan alam dan keamanan lahir batin.
2. Dimensi Adat Krama
Yaitu dimensi yang mengatur hukum dalam
hubungan perluasan keluarga (perkawinan) yang sarat dengan aturan-aturan hukum
adat yang berlaku di masyarakat.
3. Dimensi Adat Pati / Gama
3. Dimensi Adat Pati / Gama
Yaitu dimensi yang mengatur tata cara dan pelaksanaan upacara ritual kematian dan keagamaan sehingga dimensi adat Pati kerap disebut sebagai dimensi adat Gama (disesuaikan dengan ajaran agama masing-masing).
D.
Adat dan Hukum Adat
Apabila hukum adat tidak dipelajari, sebagai
suatu ilmu pengetahuan, maka pada umumnya di kalangan masyarakat daerah dalam
pembicaraan sehari-hari atau dalam kerapatan-kerapatan adat orang tidak
membedakan antara hukum adat dan adat. Jadi dengan mengatakan adat, berarti
pula meliputi hukum adat, baik adat tanpa sanksi maupun adat yang mempunyai
sanksi.
Akan tetapi apabila hukum adat ini ingin
dipelajari sebagai suatu studi disiplin ilmu pengetahuan sendiri, maka haruslah
dibedakan antara keduanya, sebab agar jelas kemudian bidang telaah yang akan
dilakukan terhadap ilmu pengetahuan ini dan eksistensinya sebagai salah satu
bidang disiplin ilmu pengetahuan.
Sebagai perbandingan dapat pula diketengahkan
pendapat para ahli sejarah berikut :
1.
Menurut
Bronislaw Malinowski
Perbedaan antara kebiasaan dengan hukum
didasarkan pada dua criteria yaitu sumber sanksinya dan pelaksanannya. Pada
kebiasaan, sumber sanksi dan pelaksanaannya adalah para warga masyarakat secara
individual dan kelompok. Pada hukum, sumber sanksi dan pelaksanaannya adalah
suatu kekuasaan terpusat atau badan-badan tertentu di dalam masyarakat.
2.
Menurut
Paul Bohannan
Suatu lembaga hukum merupakan sarana yang
dipergunakan oleh warga masyarakat untuk menyelesaikan perselisihan yang
terjadi dan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan aturan-aturan yang
terhimpun di dalam berbagai lembaga dalam masyarakat. Setiap masyarakat
mempunyai lembaga-lembaga hukum dalam arti ini, dan juga lembaga-lembaga non
hukum lainnya. Hukum terdiri dari aturan-aturan atau kebiasaan yang telah
mengalami proses pelembagaan kembali (re-institutionalization).
Lembaga-lembaga hukum berbeda dengan lembaga-lembaga lainnya atas dasar dua
criteria. Pertama-tama hukum memberikan ketentuan tentang cara-cara
menyelesaikan perselisihan antar lembaga dan aturan yang menyangkut aktivitas
lembaga itu sendiri.
3.
Menurut
Lepold Pospisil
Untuk membedakan hukum dan kaidah-kaidah
lainnya dikenal ada empat tanda hukum, yaitu:
a. Wewenang
(attribute of authority)
Wewenang
menentukan aktivitas kebudayaan yang disebut hukum adalah putusan-putusan
melalui suatu mekanisme yang diberi kuasa dan pengaruh di dalam masyarakat.
b. Aplikasi
secara universal (attribute of intension
of universal application)
Aplikasi
secara universal menentukan bahwa putusan-putusan dari pihak yang berkuasa
dimaksudkan sebagai putusan-putusan yang mempunyai jangka waktu panjang dan
harus dianggap berlaku juga terhadap peristiwa-peristiwa yang serupa pada masa
yang akan datang.
c. Kewajiban
(attribute of obligation)
Kewajiban
ini menentukan bahwa putusan-putusan pemegang kuasa harus mengandung
rumusan-rumusan dari kewajiban pihak kesatu. Dalam hal ini pihak kesatu dan
pihak kedua harus terdiri atas individu-individu yang masih hidup.
d. Sanksi
(attribute of sanction)
Sanksi
dalam hal ini menunjukkan bahwa putusan pihak yang berkuasa harus dikuatkan
dengan sanksi jasmaniah berupa hukuman tubuh dan deprivasi dari milik, tetapi
juga berupa sanksi rohani, seperti misalnya menimbulkan rasa takut, malu,
benci, dan sebagainya.
4. Menurut Van Vollen Hoven
Hanya
adat yang bersaksi memupunyai sifat hukum serta merupakan hukum adat. Sanksinya
adalah berupa reaksi dari masyarakat hukum yang bersangkutan. Reaksi adat
masyarakat hukum yang bersangkutan ini dalam pelaksanaannya sudah barang tentu
dilakukan oleh penguasa masyarakat hukum dimaksud. Penguasa masyarakat hukum
yang bersangkutan menjatuhkan sanksinya terhadap si pelanggar peraturan adat.
Hukum adat disebut hukum jika ada dua unsur didalamnya. Pertama, Unsur kenyataan. Bahwa adat itu dalam keadaan yang sama
selalu diindahkan oleh rakyat. Kedua,
Unsur psikologis. Bahwa terdapat adanya keyakinan pada rakyat, bahwa adat
dimaksud mempunyai kekuatan hukum dan punya sanksi yang mengikat. Dengan dua
unsur diatas ini lah yang menimbulkan kewajiban hukum (opinio yuris neccessitatis).
Pendapat para ahli di atas memberikan
gambaran bahwa ada kecenderungan yang umum untuk menetapkan “sanksi atau akibat
hukum” sebagai atribut hukum adat, yang oleh Djaren Saragih disebutkan bahwa untuk membedakan antara hukum
dengan adat dapat digunakan kriteria sebagai pedoman yaitu batasan dan atribut
dari gejala hukum (adat) itu.
E.
Asas-asas Pokok dalam Hukum Adat
Hukum adat kita mempunyai asas-asas tertentu
adapun asas-asas yang terpenting adalah :
1.
Asas Religius - Magis
Menurut kepercayaan tradisional Indonesia,
tiap-tiap masyarakat diliputi oleh kekuatan gaib yang harus dipelihara agar
masyarakat itu tetap aman tentram bahagia dan lain-lain. Tidak ada pembatasan
antara dunia lahir dan dunia ghaib serta tidak ada pemisahan antara berbagai
macam lapangan kehidupan, seperti kehidupan manusia, alam, arwah-arwah nenek
moyang dan kehidupan makhluk-makhluk lainnya.
Adanya pemujaan-pemujaan khususnya terhadap
arwah-arwah daripada nenek moyang sebagai pelindung adat-istiadat yang
diperlukan bagi kebahagiaan masyarakat. Setiap kegiatan atau
perbuatan-perbuatan bersama seperti membuka tanah, membangun rumah, menanam dan
peristiwa-pristiwa penting lainnya selalu diadakan upacara-upacara relegieus
yang bertujuan agar maksud dan tujuan mendapat berkah serta tidak ada halangan
dan selalu berhasil dengan baik.
Arti
Religius Magis adalah :
1. Bersifat kesatuan
batin
2. Ada kesatuan dunia
lahir dan dunia gaib
3. Ada hubungan dengan
arwah-arwah nenek moyang dan makluk-makluk halus lainnya.
4. Percaya adanya
kekuatan gaib
5. Pemujaan terhadap
arwah-arwah nenek moyang
6. Setiap kegiatan
selalu diadakan upacara-upacara relegieus
7. Percaya adanya
roh-roh halus, hatu-hantu yang menempati alam semesta seperti terjadi gejala-gejala
alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, batu dan lain sebagainya.
8. Percaya adanya
kekuatan sakti dan adanya beberapa pantangan-pantangan.
2.
Asas Komunal atau Kemasyarakatan
Artinya bahwa kehidupan manusia selalu
dilihat dalam wujud kelompok, sebagai satu kesatuan yang utuh. Individu satu
dengan yang lainnya tidak dapat hidup sendiri, manusia adalah makluk sosial,
manusia selalu hidup bermasyarakatan, kepentingan bersama lebih diutamakan dari
pada kepentingan perseorangan.
Secara
singkat arti dari Komunal adalah :
a). Manusia terikat pada kemasyarakatan tidak
bebas dari segala perbuatannya.
b). Setiap warga mempunyai hak dan kewajiban
sesuai dengan kedudukannya
c). Hak subyektif berfungsi social
d). Kepentingan bersama lebih diutamakan
e). Bersifat gotong royong
f). Sopan santun dan sabar
g). Sangka baik
h). Saling hormat menghormati
3.
Asas Demokrasi
Bahwa segala sesuatu selalu diselesaikan
dengan rasa kebersamaan, kepentingan bersama lebih diutamakan dari pada kepentingan-kepentingan
pribadi sesuai dengan asas permusyawaratan dan perwakilan sebagai sistem
pemerintahan. Adanya musyawarah di balai desa, setiap tindakan pamong desa
berdasarkan hasil musyawarah dan lain sebagainya.
4.
Asas Kontan
Pemindahan atau peralihan hak dan kewajiban
harus dilakukan pada saat yang bersamaan yaitu peristiwa penyerahan dan
penerimaan harus dilakukan secara serentak, ini dimaksudkan agar menjaga
keseimbangan didalam pergaulan bermasyarakat.
5.
Asas Konkrit
Artinya adanya tanda yang kelihatan yaitu
tiap-tiap perbuatan atau keinginan dalam setiap hubungan-hubungan hukum
tertentu harus dinyatakan dengan benda-benda yang berwujud. Tidak ada janji
yang dibayar dengan janji, semuanya harus disertai tindakan nyata, tidak ada
saling mencurigai satu dengan yang lainnya.
F.
Kedudukan Hukum Adat
Dalam Batang Tubuh UUD
1945, tidak satupun pasal yang mengatur tentang hukum adat. Oleh karena itu,
aturan untuk berlakunya kembali hukum adat ada pada Aturan Peralihan UUD 1945
Pasal II, yang berbunyi :
“Segala badan Negara dan peraturan yang ada
masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang
Dasar ini”.
Aturan Peralihan Pasal II
ini menjadi dasar hukum sah berlakunya hukum adat. Dalam UUDS 1950 Pasal 104 disebutkan
bahwa segala keputusan pengadilan harus berisi alasan-alasannya dan dalam
perkara hukuman menyebut aturanaturan Undang-Undang dan aturan adat yang
dijadikan dasar hukuman itu. Tetapi UUDS 1950 ini pelaksanaannya belum ada,
maka kembali ke Aturan Peralihan UUd 1945.
Dalam Pasal 131 ayat 2 sub
b. I.S. menyebutkan bahwa bagi golongan hukum Indonesia asli dan Timur asing
berlaku hukum adat mereka, tetapi bila kepentingan sosial mereka
membutuhkannya, maka pembuat Undang-Undang dapat menentukan bagi mereka :
1. Hukum
Eropa
2. Hukum
Eropa yang telah diubah
3. Hukum
bagi beberapa golongan bersama dan
4. Hukum
baru yaitu hukum yang merupakan sintese antara adat dan hukum mereka yaitu
hukum Eropa
Pasal
131 ini ditujukan pada Undang-Undangnya, bukan pada hakim yang menyelesaikan
sengketa Eropa dan Bumi Putera. Pasal 131 ayat (6) menyebutkan bahwa bila
terjadi perselisihan sebelum terjadi kodifikasi maka yang berlaku adalah hukum
adat mereka, dengan syarat bila berhubungan dengan Eropa maka yang berlaku
adalah hukum Eropa. Dalam UU No. 19 tahun 1964 pasal 23 ayat (1) menyebutkan
bahwa segala putusan pengadilan selain harus memuat dasar-dasar dan
alasan-alasan putusan itu jug aharus memuat pula pasal-pasal tertentu dari
peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan
dasar untuk mengadili. UU No. 19 tahun 1964 ini direfisi jadi UU No. 14 tahun
1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman karena dalam UU No. 19 tersebut
tersirat adanya campur tangan presiden yang terlalu besar dalam kekuasaan
yudikatif. Dalam Bagian Penjelasan Umum UU No. 14 tahun 1970 disebutkan bahwa
yang dimansud dengan hukum yang tidak tertulis itu adalah hukum adat.
Dalam UU No. 14 tahun 1970
Pasal 27 (1) ditegaskan bahwa hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib
menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat.
Dari uraian di atas dapat
ditarik suatu kesimpulan bahwa yang menjadi dasar berlakunya hukum adat di
Indonesia adalah :
1. Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 yang menjadi dasar berlakunya kembali UUD 1945.
2. Aturan
Peralihan Pasal II UUD 1945
3. Pasal
24 UUD 1945 tentang kekuasaan kehakiman
4. Pasal
7 (1) UU No. 14/ 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman.
G.
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Hukum Adat
Ada
empat faktor yang mempengaruhi perkembangan hukum adat faktor-faktor tersebut
adalah :
1.
Faktor Magis dan Animisme
Pada
masyarakat hukum adat, faktor magis dan animisme ini pengaruhnya begitu besar
atau belum dapat terdesak oleh agama-agama yang kemudian datang. Hal ini terlihat
dalam wujud pelaksanaan-pelaksanaan upacara adat yang bersumber pada
kepercayaan atau kekuatan ghaib yang dapat dimohonkan bantuannya.
2.
Faktor Agama
Adanya
pengaruh-pengaruh dari agama yang masuk kemudian ke Indonesia dan dianut oleh
masyarakat hukum adat bersangkutan, seperti agama Hindu, agama Islam dan agama
Kristen.
3.
Faktor Kekuasaan yang Lebih
Tinggi dan Persekutuan Hukum Adat
Kekuasaan
yang lebih tinggi dari persekutuan adat ini adalah kekuasaan yang mempunyai
wilayah yang lebih luas dari persekutuan hukum adat seperti kerajaan dan
Negara.
4.
Hubungan Dengan Orang-orang
ataupun Kekuasaan Asing
Faktor
ini sangat besar pengaruhnya. Bahkan kekuasaan asing ini yang menyebabkan hukum
adat terdesak dari beberapa bidang kehidupan hukum. Selain itu, alam pikiran
Barat yang dibawa oleh orang-orang asing (Barat) ke Indonesia dan kekuasaan
asing dalam pergaulan sangat mempengaruhi perkembangan cara berpikiran orang
Indonesia. Sebagai contoh dapat dikemukakan proses individual sering di
kota-kota yang berjalan lebih cepat dari pada masyarakat di pedesaan.
H.
Sumber Hukum Adat
Dalam membicarakan sumber hukum (adat)
dianggap penting terlebih dahulu dibedakan atas dua pengertian sumber hukum
yaitu Welbron dan Kenbron.
Welbron adalah sumber hukum (adat)
dalam arti yang sebenarnya. Sumber Hukum Adat dalam arti Welbron tersebut,
tidak lain dari keyakinan tentang keadilan yang hidup dalam masyarakat
tertentu. Dengan perkataan lain Welbron itu adalah konsep tentang keadilan
sesuatu masyarakat, seperti Pancasila bagi masyarakat Indonesia.
Sedangkan Kenbron adalah
sumber hukum (adat) dalam arti dimana hukum (adat) dapat diketahui atau
ditemukan. Dengan lain perkataan sumber dimana asas-asas hukum (adat)
menempatkan dirinya di dalam masyarakat sehingga dengan mudah dapat diketahui.
Kenbron
itu merupakan penjabaran dari Welbron. Atas dasar pandangan sumber hukum
seperti itu, maka para sarjana yang menganggap hukum itu sebagai kaidah
berpendapat sumber hukum dalam arti Kenbron itu adalah:
1.
Adat-istiadat atau kebiasaan yang merupakan tradisi rakyat
2. Kebudayaan
tradisionil rakyat
3. Ugeran/
Kaidah dari kebudayaan Indonesia asli
4. Perasaan
keadilan yang hidup dalam masyarakat
5. Pepatah
adat
6. Yurisprudensi
adat
7. Dokumen-dokumen
yang hidup pada waktu itu, yang memuat ketentuan-ketentuan hukum yang hidup.
8. Kitab-kitab
hukum yang pernah dikeluarkan oelh Raja-Raja.
9. Doktrin
tentang hukum adat
10. Hasil-hasil
penelitian tentang hukum adatNilai-nilai yang tumbuh dan berlaku dalam
masyarakat
Dengan demikian hukum adat dapat ditemukan
baik dalam adat kebiasaan maupun dalam tulisan-tulisan yang khusus
memuat/membicarakan hukum adat. Tulisan itu mungkin fakta hukum atau mungkin
pula merupakan pandangan dari para ahli hukum adat.
I. Pembidangan
Hukum Adat
Mengenai pembidangan hukum
adat tersebut, terdapat pberbagai variasi, yang berusaha untuk
mengidentifikasikan kekhususan hukum adat, apabila dibandingkan dengan hukum
Barat. Pembidangan tersebut biasanya dapat diketemukan pada buku-buku standar,
dimana sistematika buku-buku tersebut merupakan suatu petunjuk untuk mengetahui
pembidangan mana yang dianut oleh penulisnya. Van Vollen Hoven berpendapat, bahwa pembidangan hukum adat, adalah
sebagai berikut :
1. Bentuk-bentuk
masyarakat hukum adat
2. Tentang
Pribadi
3. Pemerintahan
dan peradilan
4. Hukum
Keluarga
5. Hukum
Perkawinan
6. Hukum
Waris
7. Hukum
Tanah
8. Hukum
Hutang piutang
9. Hukum
delik
10. Sistem sanksi.
Soepomo Menyajikan pembidangnya
sebagai berikut :
1. Hukum
keluarga
2. Hukum
perkawinan
3. Hukum
waris
4. Hukum
tanah
5. Hukum
hutang piutang
6. Hukum
pelanggaran
Ter Harr
didalam bukunya “ Beginselen en stelsel van het Adat-recht”, mengemukakan
pembidangannya sebagai berikut :
1. Tata
Masyarakat
2. Hak-hak
atas tanah
3. Transaksi-transaksi
tanah
4. Transaksi-transaksi
dimana tanah tersangkut
5. Hukum
Hutang piutang
6. Lembaga/
Yayasan
7. Hukum
pribadi
8. Hukum
Keluarga
9. Hukum
perkawinan.
10. Hukum Delik
11. Pengaruh lampau waktu
Pembidangan
hukum adat sebagaimana dikemukakan oleh para sarjana tersebut di atas,
cenderung untuk diikuti oleh para ahli hukum adat pada dewasa ini. Surojo Wignjodipuro, misalnya,
menyajikan pembidangan, sebagai berikut :
1. Tata
susunan rakyat Indonesia
2. Hukum
perseorangan
3. Hukum
kekeluargaan
4. Hukum
perkawinan
5. Hukum
harta perkawinan
6. Hukum
(adat) waris
7. Hukum
tanah
8. Hukum
hutang piutang
9. Hukum
(adat) delik
Tidak jauh berbeda dengan pembidangan
tersebut di atas, adalah dari Iman
Sudiyat didalam bukunya yang berjudul “Hukum Adat, Sketsa Asa” (1978), yang
mengajukan pembidangan, sebagai berikut :
1. Hukum
Tanah
2. Transaksi
tanah
3. Transaksi
yang bersangkutan dengan tanah
4. Hukum
perutangan
5. Status
badan pribadi
6. Hukum
kekerabatan
7. Hukum
perkawinan
8. Hukum
waris
9. Hukum
delik adat.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
Kesimpulan
Hukum adat di Indonesia
telah ada sebelum terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk
menjadi salah satu referensi peradilan negara. Hukum adat termasuk bagian dari
kekayaan Indonesia dengan budayanya yang berbeda di setiap daerah.
Hukum adat mengatur
segala aspek dalam kehidupan bermasyarakat yang mungkin saja tak tersentuh
hukum peradilan negara. Berbeda dengan hukum negara yang tertulis, hukum adat
hanya diwariskan turun temurun.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi Wulansari, C. 2012. Hukum Adat Indonesia – Suatu Pengantar. Bandung : Refika Aditama
[1]
Cornelis van Vollenhoven,
1983. Orientasi dalam Hukum Adat
Indonesia, Jambatan kerjasama dengan
Inkultra Foundation Inc., Jakarta, hlm. 14.
[2]
Soekanto dan Soerjono
Soekanto, 1981. Meninjau Hukum Adat
Indonesia, Edisi ke-3, Disusun kembali oleh Soerjono Soekanto, Rajawali,
Jakarta, hlm. 18.
[3]
Bushar Muhammad, Op cit., hlm 27.
[4]
H. Hilman Hadikusuma, Op cit., hlm. 21.
[5] Soediman Kartohadiprodjo, 1974. Hukum Nasional Beberapa Catatan, Binacipta,
Bandung, hlm. 8.
Komentar
Posting Komentar