MAKALAH : ILMU THABAQAH
MAKALAH
ILMU THABAQAH
Diajukan untuk memenuhi mata kuliah Ulumul
Hadits
Dosen Pengampu : Samud, MHI
Disusun
Oleh : Kelompok 6
ASEP
SAEPURAHMAN 1415203016
ATIEQ
FAUZIATI 1415203018
DELA
NURMALASARI 1415203029
DURROTUL BAHIYAH 1415203038
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
KEMENTERIAN
AGAMA REPUBLIK INDONESIA
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
Jl. Perjuangan By Pass Sunyaragi Cirebon
Telp./Fax (0231) 481264
2016
- 2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Inti dari pembahasan materi Thabaqah,
karena materi ini termasuk dalam materi mata kuliah ulumul hadits, dengan
mempelajari materi ini penulis menjadi tau bahwa sanya dalam membuktikan
kebenaran penulis hadits itu membutuhkan berbagai ilmu yang menunjang salah
satunya ilmu thobaqah yang memiliki manfaat menghindarkan
kesamaan antar dua nama atau beberapa nama yang sama atau hampir sama dalam
periwayatan hadits itu membuat kejelasan dalam periwayatan hadits dan itu
menjadikan dampak yang jelas dalam hadits yang diriwayatkan sendiri.
Semoga makalah yang penulis buat bisa bermanfaat dan menambah
wawasan pembaca.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian thabaqah?
2. Apa yang dimaksud ilmu thabaqah?
3. Apa saja pembagian thabaqah?
4. Bagaimana faedah mengetahui thabaqah?
C.
Tujuan Masalah
1.
Untuk
mengetahui pengertian thabaqah.
2.
Untuk
mengetahui ilmu thabaqah.
3.
Untuk
mengetahui pembagian thabaqah.
4.
Untuk
mengetahui faedah mengetahui thabaqah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Thabaqah
Secara
harfiah thabaqah yaitu kaum yang serupa atau sebaya.[1]Sedangkan
menurut Istilah Thabaqah yaitu kaum yang berdekatan atau yang sebaya dalam usia
dan dalam isnad atau dalam isnad saja.[2]
Dalam
pengertian lain thabaqah secara bahasa berarti hal-hal, martabat-martabat, atau
derajat-derajat. Seperti halnya tarikh, thabaqah juga adalah bagian dari
disiplin ilmu hadits yang berkenaan dengan keadaan perawi hadits. Namun keadaan
yang dimaksud dalam ilmu thabaqah adalah keadaan yang berupa persamaan para
perawi dalam beberapa hal, antara lain :
a. Bersamaan
hidup dalam satu masa;
b. Bersamaan
tentang umur;
c. Bersamaan
tentang menerima hadits dari syaikh-syaikhnya;
d. Bersamaan
tentang bertemu dengan syaikh-syaikhnya;
Thabaqah
adalah kelompok beberapa orang yang hidup dalam satu generasi atau masa dan
dalam periwayatan atau isnad yang sama atau sama dalam periwayatannya saja.
Maksud berdekatan dalam isnad adalah satu perguruan atau satu guru atau
diartikan berdekatan dalam berguru. Jadi para gurunya sebagian periwayat juga
para gurunya sebagai perawi lain. Misalnya Thabaqah sahabat, Thabaqah tabi’in,
Thabaqah tabi’it tabi’in dan seterusnya. Kemudian thabaqah masing-masing ini
dibagi lagi menjadi beberapa thabaqah yang nanti akan dijelaskan pada
pembahasannya.[3]
Dalam
definisi yang lain terkait dengan thabaqah yaitu suatu ilmu pengetahuan yang
dalam pokok pembahasannya diarahkan kepada kelompok orang-orang yang berserikat
dalam satu pengikat yang sama.
Misalnya
ditinjau dari alat pengikatnya, yaitu perjumpaanya dengan nabi(shuhbab), para
sahabat itu termasuk dalam thabaqah pertama, para thabaqah tabi’in termasuk
thabaqah kedua, para tabi’it-tabi’in termasuk dalam thabaqah ketiga, dan
seterusnya.
B.
Pengertian
Ilmu Thabaqah
Ilmu
thabaqah itu termasuk bagian dari ilmu rijalul hadits, karena objek yang dijadikan
pembahasannya ialah rawi-rawi yang menjadi sanad suatu hadits. Hanya saja
masalahnya berbeda. Kalau di dalam ilmu rijalul hadits para rawi dibicarakan
secara umum tentang hal ihwal, biografi, cara-cara menerima dan memberikan
hadits dan lain sebagainya. Maka dalam ilmuj thabaqah, menggolongkan para rawi
tersebut dalam satu atau beberapa golongan, sesuai dengan alat pengikatnya.[4]
Asal mula pembagian perawi berdasarkan thabaqah
adalah dari tuntutan Islam sendiri, dimana dalam hadits yang diriwayatkan dari
Imran bin Husain r.a, bahwasannya Rasulullah saw. Bersabda : “Sebaik-baik umatku yang ada di zamanku,
kemudian yang datang sesudah mereka, kemudian yang datang sesudah mereka..” Kata
Imran r.a : “Saya tidak tahu apakah
Beliau menyebut sesudah masanya dua
masa atau tiga” (HR. Bukhari).
Ilmu
ini telah muncul dan berkembang di tangan para ulama hadits sejak abad ke-2 H.
Dan tidak terbatas pada pembagian ruwat atas thabaqah berdasarkan perjumpaan
mereka dengan Nabi maupun dengan guru-guru mereka, tapi juga berdasarkan makna
dan i’tibar yang lainnya seperti fadhl (keistimewaan)
dan sabiqah (kesenioran) sebagaimana
dalam hal sahabat. Atau manzilah (kedudukan)
dan hal (keadaan).
Penyusunan
kitab-kitab yang berkaitan dengan ilmu ini terus berlanjut dan berkembang
hingga akhir abad ke-9 H.[5]
C.
Pembagian
Thabaqah
1.
Thabaqah
Pertama : Sahabat
Para
sahabat umpamanya, kalau mengingat persahabatan mereka dengan Rasulullah atau
pergaulan mereka dengan Rasulullah, maka dapatlah mereka dikatakan satu
thabaqah. Tetapi, jika dipandang dari sudut lain, seperti sama-sama berhijrah
dari Mekkah ke Madinah, dan lain-lainnya, maka semua mereka terdiri dari 5
thabaqah atau 12 thabaqah.
a. Thabaqah
Lima
Pertama, Badry,
sahabat yang turut dalam perang badar.
Kedua, sahabat
yang lebih dahulu masuk islam, yang kebanyakan berhijrah ke Habsyah (Ethiopia)
dan menyaksikan perang Uhud sesudahnya.
Ketiga, sahabat
yang dapat menyaksikan perang Khandaq.
Keempat, sahabat
yang memeluk agama Islam pada masa pengalahan Mekkah dan sesudahnya.
Kelima,
anak-anak dan budak-budak.
b. Thabaqah
Dua Belas
1) Thabaqah
I: Sahabat-sahabat yang masuk Islam paling awal di Mekah, seperti: Khalifah
yang empat dan Bilal bin Rabah.
2) Thabaqah
II: Sahabat-sahabat yang masuk Islam sebelum orang-orang Quraisy bermusyawarah
di Darun-Nadwah untuk mencelakakan Nabi saw.
3) Thabaqah
III: Sahabat-sahabat yang berhijrah ke Habasyah, seperti: Hatib bin Umar,
Suhail bin Baidha, Abu Hudzaifah bin Utbah.
4) Thabaqah
IV: Sahabat-sahabat yang ikut berbai’at di Aqabah yang pertama, seperti: Rafi
bin Malik, Ubadah bin Shamit, Sa’ad bin Zurarah.
5) Thabaqah
V: Sahabat-sahabat yang berbai’at di Aqabah yang kedua, seperti: Bara bin
Ma’mar, Jabir bin Abdullah, Abdullah bin Zubair, Sa’ad bin Khaitsamah
6) Thabaqah
VI: Sahabat-sahabat Muhajirin yang pertama sampai di Quba’, sebelum masuk
Madinah, seperti : Ibnu Salamah, Ibnu Abd al-Asad, dan Amr bin al-Rabi’ah.
7) Thabaqah
VII: Sahabat-sahabat yang terlibat dalam perang Badar yakni berjumlah 110 orang,
seperti: Hatib bin Balta’ah, Sa’ad bin Mu’adz, Al-Miqad nin al-Aswad dll.
8) Thabaqah
VIII: Sahabat-sahabat yang hijrah ke Madinah setelah perang Badar, dan sebelum
Hudaibiyah, seperti : Al-Mughirah bin Syubah.
9) Thabqah
IX: Sahabat-sahabat yang berbai’at di Baitur-Ridwan di Hudaibiah, seperti:
Salamah bin Akwa’ dan Abu Sinan al-Asadi dan Abdullah bin Umar.
10) Thabaqah
X: Sahabat-sahabat yang berhijrah ke Madinah sesudah perjanjian Hudaibiah dan
sebelum penaklukan Mekkah, seperti: Khalid bin Walid dan Amr bin Ash.
11) Thabaqah
XI: Sahabat-sahabat yang masuk Islam di masa penaklukan Mekah, seperti: Abu
Sufyan, Hakim bin Hizam, dan Athab bin ‘Asd.
12) Thabaqah
XII: Anak-anak yang melihat Nabi SAW pada hari penaklukan Mekah, pada hari Haji
Wada’, seperti : Sa’ad bin Yazid dan Abdullah bin Tsa’labah.[6]
2.
Thabaqah
yang Kedua : Thabaqah Kibar Tabi'in
Seperti
Sa'id bin al-Musayyib, dan begitu pula para Mukhodhrom.[7]
Yaitu: Abu Wa’il Syaqiq bin Salamah, Masruq bin al-Ajda’, Abul ‘Aliyah, Syuraih
bin al-Harits al-Qodhi, al-Ahnaf bin Qois, Muhammad bin al-Hanafiyyah (yakni
Muhammad bin ‘Ali bin Abi Tholib), Abu Idris al-Khoulani, ‘Atho’ bin Yasar
(bekas budak Maimunah), Shilah bin Zufar, dll.
3.
Thabaqah
yang Ketiga : Thabaqah Pertengahan dari Tabi'in
Seperti
: ‘Atho’ bin Abi Robah, Muhammad bin Sirin, Sa’id bin Jubair, al-Hasan
al-Bashri, Sulaiman bin Yasar, Thowus bin Kaisan, ‘Amir asy-Sya’bi, ‘Urwah bin
Zubair, ‘Ikrimah, ‘Ali bin al-Husain bin ‘Ali bin Abi Tholib (dikenal juga
dengan Zainul Abidin), Mujahid, Nafi’ (bekas budak Ibnu ‘Umar), Abu Qilabah
al-Jarmi, Wahb bin Munabbih, Salim bin Abdillah bin ‘Umar bin al-Khoththob,
Hafshoh bintu Sirin, dll.
4.
Thabaqah
yang Keempat : Tabi'in Kecil
Kebanyakan
riwayat mereka adalah dari kibar tabi'in (thabaqah ke-2). Rawi yang dalam
thabaqah ini contohnya adalah Maimun bin Mihron, Sulaiman bin Thorkhon At-Taimi,
Qotadah bin Di’amah, Ibnu Syihab Az-Zuhri, ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz (Sang Amirul
Mu’minin), Amr bin Dinar, dll.
5.
Thabaqah
yang Kelima : Thabaqah yang Paling Kecil dari Tabi'in
Mereka
adalah yang lebih kecil dari yang thabaqah-thabaqah tabi'in yang sebelumnya.
Mereka termasuk tabi'in yang melihat seorang atau beberapa orang Shahabat.
Contoh thobaqot ini adalah Musa bin ‘Uqbah, Ibrohim An-Nakho’i, Ayyub
As-Sikhtiyani, Hisyam bin Urwah, Yahya bin Sa’id Al-Anshori, Yahya bin Abi
Katsir At-Tho’i, Sulaiman bin Mihron al-A’masy, Mak-hul asy-Syami, Yunus bin
‘Ubaid, dll.
6.
Thabaqah
yang Keenam : Thabaqah yang Sezaman dengan Thabaqah ke-5
Akan
tetapi tidak tetap khabar bahwa mereka pernah bertemu seorang Sahabat seperti
An-Nu’man bin Tsabit Abu Hanifah (al-Imam), Ja’far ash-Shodiq, Abdul Malik bin
Juraij, Ibnu ‘Aun, dll
7.
Thabaqah
yang Ketujuh : Thabaqah Kibar Tabi'ut Tabi'in
Seperti
Sufyan ats-Tsauri, Malik bin Anas (Imam Darul Hijroh, penulis al-Muwaththo’),
al-Laits bin Sa’ad, Abdurrohman bin ‘Amr al-Auza’i, Syu’bah bin al-Hajjaj,
Ma’mar bin Rosyid, dll.
8.
Thabaqah
yang Kedelapan : Thabaqah Tabi'ut Tabi'in Pertengahan
Seperti
Ibnu ‘Ulaiyyah, Abdullah bin al-Mubarok, Sufyan bin ‘Uyainah, Fudhail bin
‘Iyadh, Hammad bin Zaid, Hammad bin Salamah, dll.
9.
Thabaqah
yang Kesembilan : Thabaqah yang Paling Kecil dari Tabi'ut Tabi'in
Seperti
Yazid bin Harun, asy-Syafi'i, Abu Dawud ath-Thoyalisi, dan Abdurrozzaq,
Abdurrahman bin Mahdi, Muhammad bin Idris asy-Syafi’i (al-Imam), Waki’ bin
al-Jarroh, Abdurrozzaq ash-Shon’ani (Penulis Mushonnaf Abdirrozzaq), Sulaiman
bin Harb, Yahya bin Sa’id al-Qoththon, Abu Dawud ath-Thoyalisi (Penulis Musnad
ath-Thoyalisi), Yazid bin Harun, dll.
10. Thabaqah yang
Kesepuluh : Thabaqah Tertinggi yang Mengambil Hadits dari Tabi'ut Taabi'in yang
Mereka Tidak Bertemu dengan Tabi'in
Seperti
Ahmad bin Muhammad bin Hanbal (Imam Ahlis Sunnah wal Jama’ah), Yahya bin Ma’in,
Ishaq bin Rohawaih, Ibnu Abi Syaibah, Musaddad bin Musarhad, Sa’id bin Manshur,
Ali bin al-Madini, dll.
11. Thabaqah yang
Kesebelas : Thabaqah Pertengahan dari Rawi yang Mengambil Hadits dari Tabi'ut
Tabi'in
Seperti
adz-Dzuhli dan al-Bukhori, Muhammad bin Isma’il al-Bukhori (Penulis Shohih
al-Bukhori), Abu Hatim ar-Rozi, Abu Zur’ah ar-Rozi, Abu Dawud as-Sijistani
(penulis Sunan Abi Dawud), Abdullah bin Abdurrahman ad-Darimi (Penulis Sunan
ad-Darimi), Muhammad bin Sa’ad bin Mani’ (Ibnu Sa’ad, Penulis ath-Thobaqot
al-Kubro), dll.
12. Thabaqah yang
Keduabelas : Thabaqah yang Rendah dari Rawi yang Mengambil Hadits dari Tabi'ut
Tabi'in
Seperti
at-Tirmidzi dan para imam yang enam lainnya yang tertinggal sedikit dari
wafatnya para tabi'ut tabi'in, seperti sebagian para syaikh-nya an-Nasa'i. Muhammad
bin ‘Isa at-Tirmidzi (Penulis Jami’ at-Tirmidzi), Ibnu Abid Dunya al-Baghdadi,
Abdullah bin Ahmad (anak al-Imam Ahmad bin Hanbal).
Jika
dari thabaqah ke-1 dan ke-2 : mereka wafat sebelum tahun 100 H. Jika dari
thabaqah ke-3 sampai ke-8 : mereka wafat setelah tahun 100 H. Jika dari
thabaqah ke-9 sampai akhir thabaqah : maka mereka wafat setelah tahun 200 H.[8]
D.
Faedah
Mengetahui Thabaqah
Diantara
faedah mengetahui thabaqah ini adalah menghindarkan kesamaan antar dua nama
atau beberapa nama yang sama atau hampir sama. Diantara kitab-kitab thabaqah
yang terkenal adalah Ath-Thabaqat Al-Kubra karya Ibnu Sa’ad, Thabaqoh Al-Qurra
karya Abu Amr Ad-Dani, Thabaqoh As-Syafi’iyyah Al-Kubra karya Abdul Wahab As-Subhi,
dan lain sebagainya.[9]
BAB
II
KESIMPULAN
Thabaqah secara bahasa
berarti hal-hal, martabat-martabat, atau derajat-derajat.
Ilmu thabaqah itu
termasuk bagian dari ilmu rijalul hadits, karena objek yang dijadikan
pembahasannya ialah rawi-rawi yang menjadi sanad suatu hadits. Hanya saja
masalahnya berbeda. Kalau di dalam ilmu rijalul hadits para rawi dibicarakan
secara umum tentang hal ihwal, biografi, cara-cara menerima dan memberikan
hadits dan lain sebagainya. Maka dalam ilmu thabaqah, menggolongkan para rawi
tersebut dalam satu atau beberapa golongan, sesuai dengan alat pengikatnya.
Pembagian thabaqah
diantaranya adalah sahabat, thabaqah kibar tabi'in, thabaqah pertengahan dari
tabi'in, tabi'in kecil, thabaqah yang paling
kecil dari tabi'in, thabaqah yang sezaman dengan thabaqah ke-5, thabaqah kibar
tabi'ut tabi'in, thabaqah tabi'ut tabi'in pertengahan,
thabaqah yang paling kecil dari tabi'ut tabi'in, thabaqah tertinggi yang
mengambil hadits dari tabi'ut tabi'in yang mereka tidak bertemu dengan tabi'in,
thabaqah
pertengahan dari rawi yang mengambil hadits dari tabi'ut tabi'in, thabaqat yang
rendah dari rawi yang mengambil hadits dari tabi'ut tabi'in.
Diantara faedah
mengetahui thabaqah ini adalah menghindarkan kesamaan antar dua nama atau
beberapa nama yang sama atau hampir sama. Diantara kitab-kitab thabaqah yang
terkenal adalah Ath-Thabaqat Al-Kubra karya Ibnu Sa’ad, Thabaqoh Al-Qurra karya
Abu Amr Ad-Dani, Thabaqoh As-Syafi’iyyah Al-Kubra karya Abdul Wahab As-Subhi,
dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Amin,
Muhammadiyah. 2008. Ilmu Hadits. Gorontalo : Sultan Amai Press
Ash-Shiddieqy,
TM Hasbi. 2009. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Semarang : Pustaka
Rizki Putra
Khon,
Abdul Majid. 2010. Ulumul Hadits. Jakarta : Amzah
Manna,
Al Qaththan. 2006. Pengantar Studi Hadits. Jakarta : Pustaka Al- Kautsar
Sholahudin,
Muhammad Agus. 2008. Ulumul Hadits. Bandung : Pustaka Setia
[1] Abd. Majid
Khon, Ulumul Hadits, Amzah, Jakarta,
2010, h. 109
[2]Al Qaththan,
Manna, Pengantar Studi Ilmu Hadits,
Pustaka al-Kautsar, Jakarta, 2006, h. 122
[4]M. Agus
Solahudin, Agus Suyadi, Ulumul Hadits, Pustaka
Setia, Bandung, 2008, h. 177
[6]Teungku
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah dan
Pengantar Ilmu Hadits, Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2009, h. 211-212
[7]Mukhodhrom adalah orang yang
hidup pada zaman jahiliyyah dan Islam, akan tetapi ia tidak pernah melihat
Rasulullah saw dalam keadaan beriman. Misalnya : seseorang masuk Islam pada
zaman Rasulullahsaw, akan tetapi ia tidak pernah bertemu Rasulullah karena
jauhnya jarak atau udzur yang lain. Atau seseorang yang hidup sezaman dengan
Rasulullah saw, akan tetapi ia belum masuk Islam melainkan setelah wafatnya
Rasulullah saw.
[8]Teungku
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, op. cit., h.217-219
[9]Abd.
Majid Khon, op. cit., h. 110
good
BalasHapus