MAKALAH : TIGA KERAJAAN BESAR ISLAM

MAKALAH

MASA TIGA KERAJAAN BESAR

Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Sejarah Peradaban Islam
Dosen: Moh. Mabruri Fauzi, MA



Disusun oleh Kelompok 9

AHMAD FAUZAN NADJIULLAH          1415203006
ATIEQ FAUZIATI                                      1415203018
CICIK ZAKIYARROSYIDAH                  1415203025




JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI
CIREBON

2016


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Setelah runtuhnya Dinasti Abbasiyah akibat serangan Tentara Mongol. banyak terjadi permasalahan di daerah kekuasaan mereka sendiri,  karena kerajaan-kerajaan kecil saling berperang satu sama lain untuk memperebutkan kekuasaan. membuat suatu kemunduran dalam politik islam kala itu.
Setelah terjadi kemunduran politik islam muncullah tiga kerajaan besar sebagai perintis kekuatan politik islam yang baru yaitu kerajaan Turki Utsmani, kerajaan Safawi, dan kerajaan Mughal. Dari tiga kerajaan tersebut pun memiliki latar belakang yang berbeda-beda seperti kerajaan Turki Utsmani yang berasal dari bangsa Turki yang berasal dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah Negeri Cina yang setelah tiga abad kemudian mereka pindah ke Turkistan. Lalu kerajaan Safawi yang dulu terbentuk bukan berasal dari kalangan bangsawan melainkan berasal dari sekelompok tarekat kecil. Dan kerajaan Mughal yang berjaya di India.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana proses awal mula terbentuknya tiga kerajaan besar Islam?
2.      Bagaimana perkembangan kekuasaan tiga kerajaan besar Islam?
3.      Apa sebab tiga kerajaan besar Islam dapat runtuh?

C.    Tujuan Pembahasan
1.      Agar dapat mengetahui proses awal mula terbentuknya tiga kerajaan besar Islam.
2.      Agar dapat mengetahui perkembangan kekuasaan tiga kerajaan besar Islam.
3.      Agar dapat mengetahui sebab ketiga kerajaan besar Islam runtuh.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kerajaan Turki Utsmani di Turki
1. Kerajaan Turki Utsmani
Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara Negeri Cina. Sebuah kelompok muslim dibawah pimpinan Ertoghrul yang mengabdikan diri kepada Sultan Dinasti Saljuk Rum di dataran tinggi Asia Kecil, yakni Sultan Alauddin II yang saat itu sedang berperang melawan Bizantium. Atas jasa baik Ertoghrul yang akhirnya membuat kemenangan perang bagi Sultan Alauddin II, maka Sultan Alauddin II menghadiahi sebidang tanah kecil kepada Ertoghrul. Yang kemudian terus berkembang menjadi sebuah ibu kota yang diberi nama Syukud.
Ertoghrul meninggal dunia tahun 1289 M. Kepemimpinan dilanjutkan oleh putranya, yaitu Utsman bin Ertoghrul bin Sulaiman Syah bin Kia Alp,[1] di bawah Sultan Alauddin II hingga 1300 M. Kemudian Bangsa Mongol menyerang kerajaan Saljuk dan Sultan Alauddin II terbunuh, mengakibatkan terpecahnya kerajaan Saljuk menjadi beberapa kerajaan kecil. Utsman pun menyatakan kemerdekaan penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah, kerajaan Turki Utsmani dinyatakan berdiri. Pemimpin pertamanya adalah Utsman yang sering juga disebut Utsman I bergelar Padisyah al-Utsman.
Ekspansi besar-besaran dilakukan Utsman I ketika masa pemerintahannya antara tahun 1290 M  hingga 1326 M. Ketika Utsman I meninggal dunia, maka misi ekspansi wilayah dilanjutkan oleh pemimpin-pemimpin selanjutnya. Namun, ketika masa pemerintahan Sultan Bayazid I ekspansi kerajaan Turki Utsmani sempat terhenti beberapa lama ketika ekspansi diarahkan ke Konstantinopel. Serangan tak terduga kepada kerajaan Turki Utsmani dilakukan oleh tentara Mongol yang kala itu dipimpin oleh Timur Lenk, pertempuran hebat terjadi di Ankara tahun 1402 M dan menewaskan Sultan Bayazid I bersama putranya dalam tawanan pada tahun 1403 M.[2]
Kerajaan Turki Utsamani mencapai kegemilangannya pada saat kerajaan ini dapat menaklukkan pusat peradaban dan pusat agama Nasrani di Bizantium, yaitu Konstantinopel. Sultan Muhammad II yang bergelar al-Fatih (1415-1484 M) dapat mengalahkan Bizantium dan menaklukkan Konstantinopel pada 28 Mei tahun 1453 M dan mengganti nama Konstantinopel menjadi Istanbul, kemudian menjadikannya sebagai ibukota. Sultan Muhammad II mengubah gereja Aya Sophia menjadi sebuah masjid yang megah tempat ibadah penduduk muslim.
Kerajaan Turki Utsmani yang memerintah hampir tujuh abad lamanya (1299-1924 M), dan diperintah oleh 38 Sultan. Mereka itu adalah :
1.      Utsman I (1299-1326 M)
2.      Orkhan (Putra Utsman I) (1326-1359 M)
3.      Murad (Putra Orkhan) (1359-1389 M)
4.      Bayazid I (Putra Murad I) (1389-1402 M)
5.      Muhammad I (Putra Bayazid I) (1403-1421 M)
6.      Murad II (Putra Muhammad I) (1421-1451 M)
7.      Muhammad II al Fatih (Putra Murad II) (1451-1481 M)
8.      Bayazid II (Putra Muhammad II) (1481-1512 M)
9.      Salim I (Putra Bayazid II) (1512-1520 M)
10.  Sulaiman I al Qanuni (Putra Salim I) (1520-1566 M)
11.  Salim II (Putra Sulaiman I) (1566-1573 M)
12.  Murad II (Putra Salim II) (1573-1596 M)
13.  Muhammad II (Putra Murad III) (1596-1603 M)
14.  Ahmad I (Putra Muhammad III) (1603-1617 M)
15.  Mustafa I (Putra Muhammad III) (1617-1618 M)
16.  Suman I (Putra Ahmad III) (1618-1622 M)
17.  Murad I (Yang kedua kalinya) (1622-1623 M)
18.  Murad IV (Putra Ahmad I) (1623-1640 M)
19.  Ibrahim I (Putra Ahmad I) (1640-1648 M)
20.  Muhammad II (Putra Ibrahim I) (1648-1687 M)
21.  Sulaiman I (Putra Ibrahim I) (1687-1691 M)
22.  Ahmad II (Putra Ibrahim I) (1691-1695 M)
23.  Mustafa II (Putra Muhammad IV) (1695-1703 M)
24.  Ahmad II (Putra Muhammad IV) (1703-1730 M)
25.  Mahmud I (Putra Mustafa II) (1730-1754 M)
26.  Utsman III (Putra Mustafa II) (1754-1757 M)
27.  Mustafa III (Putra Ahmad III) (1757-1774 M)
28.  Abdul Hamid I (Putra Ahmad III) (1774-1788 M)
29.  Salim III (Putra Mustafa III) (1789-1807 M)
30.  Mustafa IV (Putra Abdul Hamid I) (1807-1808 M)
31.  Mahmud II (Putra Abdul Hamid I) (1808-1839 M )
32.  Abdul Majid (Putra Mahmud II) (--)
33.  Abdul Aziz (Putra Mahmud II) (  -1861 M)
34.  Murad V (Putra Abdul Majid I) (1861-1876 M)
35.  Abdul Hamid II (Putra Abdul Majid I) (1876-1909 M)
36.  Muhammad VI (Putra Abdul Majid I) (1909-1918 M)
37.  Muhammad VI (Putra Abdul Majid I) (1918-1922 M)
38.  Abdul Majid II (1922-1924 M)
Kejayaan Turki Utsmani terjadi pada abad ke-16, ketika wilayah yang dimiliki Dinasti Turki Utsmani membentang dari Selat Persia di Asia sampai ke pintu gerbang Kota Wina di Eropa dan dari laut Gaspienne di Asia sampai ke Aljazair di Afrika Barat.[3]
2.      Kemajuan-kemajuan Kerajaan Turki Utsmani
a.      Bidang Kemiliteran dan Pemerintahan
Kekuatan militer kerajaan ini mulai diorganisasi dengan baik dan teratur pada masa pemerintahan Sultan Orkhan (1336-1359 M) mengadakan perombakan dalam tubuh organisasi militer dalam bentuk mutasi personel pimpinan dan perombakan dalam keanggotaan.[4] Bangsa-bangsa non-Turki dimasukkan sebagai anggota, bahkan anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan Jenissari atau Inkisyariyah.[5]
Keberhasilan ekspansi wilayah oleh militer kerajaan Turki Utsmani tersebut dibarengi pula dengan terciptanya susunan pemerintahan yang teratur. Sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh  Shadr al-A’zham (perdana menteri) yang membawahi Pasya (gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat I. Dibantu oleh beberapa orang Az-Zanaziq atau Al-Alawiyah (bupati). Dan pengadilan tertinggi dipegang oleh seorang Mufti.
Untuk mengatur urusan pemerintahan pada masa Sultan Sulaiman I disusunlah sebuah kitab Undang-Undang (qanun). Kitab tersebut diberi nama Multaqa al-Abhur, yang menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Turki Utsmani. Karena jasa besar Sultan Sulaiman I ini, maka dia digelari al-Qanun.[6]
b.      Bidang Ilmu Pengetahuan
Sebagai bangsa yang berdarah militer, Turki Utsmani lebih banyak memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran, sementara dalam bidang ilmu pengetahuan mereka tampak tidak begitu menonjol.
c.       Bidang Kebudayaan
Dalam bidang kebudayaan, Kerajaan Turki Utsmani telah melahirkan tokoh-tokoh terkenal pada abad ke-16, 17, dan 18. Antara lain penyair yang bernama Nafi’ (1528-1636 M) dan Muhammad Esat Efendi atau Galip Dede (1757-1799 M), penulis yang membawa pengaruh Persia yakni Yusuf Nabi (1642-1712 M). Kemudian dalam bidang sastra Turki Utsmani memunculkan dua tokoh terkemuka, yaitu Katip Celebi dan Evliya Celebi.
Adapun dalam bidang arsitektur bangunan. Turki Utsmani begitu berpengaruh di Turki seperti arsitek dalam bangunan-bangunan masjid yang indah Masjid Sultan Muhammad al-Fatih, Masjid Agung Sultan Sulaiman, dan Masjid Aya Sophia.
3.      Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Turki Utsmani
Pada akhir kekuasaan Sulaiman al-Qanuni I kerajaan Turki Utsmani berada di tengah-tengah dua kekuatan monarki Austria di Eropa dan kerajaan Safawiyah di Asia. Melemahnya kerajaan Turki Utsmani setelah wafatnya Sultan Sulaiman I dan digantikan oleh Sultan Salim II membuat kerajaan Turki Utsmani pada abad ke-19 mengalami kemunduran yang sangat tajam.
Munculnya berbagai macam pemberontakan, banyaknya daerah yang mulai memisahkan diri dan mendirikan pemerintahan otonom yang merdeka, serta bangkitnya Mesir dibawah pimpinan Ali Bey. Membuat kerajaan Turki Utsmani benar-benar mengalami masa kemunduran.
Berikut dapat disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi kemunduran kerajaan Turki Utsmani :
a.      Faktor Internal
1.      Luasnya wilayah kekuasaan dan buruknya sistem pemerintahan, kurangnya keadilan serta korupsi yang merajalela.
2.      Heterogenitas penduduk dan agama, yang tidak sesuai dengan landasan kerajaan Turki Utsmani sebagai negara militer.
3.      Kehidupan para penguasa yang suka bermewah-mewahan.
4.      Merosotnya perekonomian negara akibat peperangan yang berlangsung berabad-abad lamanya.
b.      Faktor Eksternal
1.      Timbulnya gerakan nasionalisme di kalangan bangsa-bangsa yang tunduk pada kerajaan Turki Utsmani.
2.      Melemahnya militer kerajaan Turki Utsmani dikarenakan ketidak tersediaannya persenjataan yang lengkap.

B.     Kerajaan Safawi di Persia
1. Kerajaan Safawi
Ketika kerajaan Utsmani sudah mencapai puncak kemajuannya, kerajaan Safawi di Persia baru berdiri. Kerajaan ini berkembang dengan cepat. Dalam perkembangannya, kerajaan Safawi sering bentrok dengan Turki Utsmani.
Berbeda dari dua kerajaan besar Islam lainnya (Utsmani dan Mughal), kerajaan Safawi menyatakan Syi’ah sebagai madzhab negara. Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama tarekat Safawiyah, didirikan pada waktu yang hampir bersamaan dengan berdirinya kerajaan Utsmani. Nama Safawi diambil dari nama pendirinya, Safi Al-Din (1252-1334 M) dan nama Safawi itu terus dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan nama tersebut terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan.
Dalam kecenderungan memasuki dunia politik dan perluasan politik keagamaan, kerajaan Safawi mendapat wujud konkretnya pada masa kepemimpinan Juneid (1447-1460 M). Perluasan kegiatan ini menimbulkan konflik antara Juneid dengan penguasa Kara Koyunlu (domba hitam), dalam konflik tersebut Juneid kalah dan diasingkan kesuatu tempat. Di tempat baru ini ia mendapatkan perlindungan dari Diyar Bakr, Al-Koyunlu (domba putih) yang dinggal di istana Uzun Hasan. Kemudian ia beraliansi secara politik dengan Uzun Hasan, ia juga mempersunting saudara perempuan Uzun Hasan. Pada saat ia mencoba merebut Sircassia (1460 M), ia sendiri terbunuh dalam pertempuran tersebut.
Ketika itu anak Juneid, Haidar, kepemimpinan gerakan Safawi baru bisa diserahkan secara resmi pada tahun 1470 M. Hubungan Haidar dengan Uzun Hasan semakin erat setelah Haidar mengawini salah seorang putri Uzun Hasan. Dari perkawinan ini lahirlah Ismail yang dikemudian hari menjadi pendiri kerajaan safawi di Persia. Gerakan militer Safawi yang dipimpin oleh Haidar dipandang sebagai rival politik oleh Al Koyunlu. Padahal, Safawi adalah sekutu dari Koyunlu. Ketika Safawi menyerang wilayah Sircassia dan pasuka Sirwan, Al Koyunlu mengirim bantuan militer kepada Sirwan sehingga pasukan Haidar kalah dan Haidar sendiri terbunuh dalam peperangan itu.
Ali, putra dan pengganti Haidar, didesak oleh bala tentara untuk menuntut balas atas kematian ayahnya terutama terhadap Al Koyunlu. Tetapi Ya’kub pemimpin  Al Koyunlu dapat menangkap dan memenjarakan ali bersama saudaranya, Ibrahim, Ismail, dan Ibunya, di Fars selama empat setengah tahun (1489-1493 M). Mereka dibebaskan oleh Rustam, putra makhota Al Koyunlu, dengan syarat mau membantunya memerangi saudara sepupunya. Setelah saudara sepupu Rustam dapat dikalahan. Ali bersaudara kembali ke Ardabil. Akan tetapi tidak lama kemudian Rustam berbalik memusuhi dan menyerang Ali bersaudara, dan Ali terbunuh dalam serangan ini (1494 M).
Kepemimpinan gerakan safawi, selanjutnya berada ditangan Ismail. Pada tahun 1501 M, pasukan Qizilbash (pasukan baret merah) menyerang dan mengalahkan Al Koyunlu di Sharur dan memasuki serta menaklukkan Tabriz, ibukota Al Koyunlu, di Kota ini Ismail memproklamasikan dirinya sebagai raja pertama dinasti Safawi. Ia juga disebut Ismail I.
Ismail I berkuasa selama 23 tahun, sepuluh tahun pertama ia dapat meluaskan wilayah kekuasaan ke berbagai daerah. Pada tahun 1503 M. Ia berhasil menghancurkan sisa-sisa kekuatan Al-Koyunlu di Hamadan. Tahun 1504 M ia menguasai provinsi Kaspia di Nazandaran, Gurgan dan Yazd. Tahun 1505-1507 M. Ia menguasai Diyar Bakr. Tahun 1508 M, menguasai Baghdad dan daerah barat daya Persia. Tahun 1509 M, menguasai Sirwan. Tahun 1510 M, mengalahkan Syaibak Khan, keturunan Jenghis Khan, dan menguasai Khurasan, Heart dan Merv. Dalam tempo sepuluh tahun itu wilayah kekuasaannya meliputi seluruh Persia dan bagian Timur Bulan Sabit Subur ( Fertile Crescent) yaitu wilayah di Asia membentang dari laut Tengah melalui daerah antara sungai Tigris dan sungai Eufrat hingga teluk Persia.[7]
Peperangan  dengan Turki Utsmani terjadi pada tahun 1514 M di Chaldiran, dekat Tabriz. Ismail menjumpai saingan saingan kepala batu yaitu Sultan Salim I dari Turki. Peperangan ini, berasal dari kebencian Salim dan pengejaran terhadap seluruh umat muslim di Syi’ah di daerah kekuasaannya. Fanatisme Sultan Salim memaksanya untuk membunuh 40.000 orang yang didakwah setelah mengingkari ajaran-ajaran sunni.[8] Dalam peperangan ini Ismail mengalami kekalahan. Namun, kerajaan Safawi terselamatkan dengan pulangnya Sultan Utsmani ke Turki karena trejadi perpecahan di kalangan militer Turki di negerinya.
Peperangan antara dua kerajaan besar Islam ini terjadi beberapa kali pada zaman pemerintahan Tahmasp I (1524-1576 M), Ismail II (1576-1577 M), dan Muhammad Khudabanda (1577-1587 M). Pada masa tiga raja tersebut, kerajaan Safawi dalam keadaan lemah.
Kondisi memperihatinkan ini baru bisa di atasi setelah raja Safawi kelima, Abbas I, naik tahta. Ia memerintah dari tahun 1588 sampai dengan 1628 M.[9] langkah-langkah-langkah yang di tempuh Abbas I dalam rangka memulihkan politik kerajaan Safawi adalah :
a.       Mengadakan pembenahan administrasi dengan cara pengaturan dan pengontrolan dari pusat.
b.      Pemindahan ibukota ke Isfahan.
c.       Berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qiziblash atas kerajaan Safawi dengan cara membentuk pasukan baru yang aggotanya terdiri atas budak-budak yang berasal dari tawanan perang bangsa Georgia, Armenia, dan Sircassia yang telah ada sejak Raja Tamh I.
d.      Mengadakan perjanjian perdamaian dengan Turki Utsmani.
e.       Berjanji tidak akan menghina tiga khalifah pada khotbah Jum’at.[10]
Usaha-usaha yang dilakukan Abbas I tersebut berhasil membuat kerajaan Safawi kuat kembali. Setelah itu Abbas I muai memusatkan perhatiannya keluar dengan berusaha merebut kembali wilayah-wilayah kekuasaan yang hilang. Pada tahun 1602 M, pasukan Abbas I berhasil menguasai Tabriz, Sirwan, dan Baghdad, sedangkan kota-kota Nakhchivan, Erivan, Ganja, dan Tiflis dapat dikuasai  tahun 1605-1606 M. Selanjutnya pada tahun 1622 pasukan Abbas I berhasil merebut kepulauan Hurmuz dan merubah pelabuhan Gumrun menjadi pelabuhan Bandar Abbas.[11]
2.      Kemajuan-kemajuan Kerajaan Safawi
Masa kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan kerajaan Safawi. Ia berhasil mengatasi gejolak politik yang mengganggu stabilitas negara, dan sekaligus ia berhasil merebut kembali beberapa wilayah kekuasaan yang sebelumnya lepas tersebut oleh kerajaan Utsmani. Berikut kemajuan-kemajuan yang ditorehkan selama Abbas I memegang kekuasaan kerajaan Safawi :
a.      Bidang Ekonomi
Bukti nyata perkembangan perekonomian Safawi adalah dikuasainya Kepulauan Hurmusz dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas pada masa Abbas I. Maka salah satu jalur dagang menghubungkan antara Timur dan Barat sepenuhnya menjadi pemilik kerajaan safawi. Disamping di sektor perdagangan, kerajaan safawi juga mengalami kemajuan di sektor pertanian terutama di daerah Bulan Sabit Subur (Fortille crescent).

b.      Bidang Ilmu Pengentahuan
Bangsa persia dalam sejarah islam dianggap berjasa besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Maka tidak mengherankan apabila kondisi tersebut terus berlanjut, sehingga muncul ilmuan seperti Baha al-Din Asy-syaerozi, Sadar al-Din  Asy-Syaerozi, Muhammad al-Baqir al-Din ibn Muhammad Damad, masing-masing ilmuan di bidang filasafat, sejarah, teologi, dan ilmu umum.
c.       Bidang seni
Kemajuan seni arsitektur ditandai dengan berdirinya sejumlah bangunan megah yang memperindah ibukota kerajaan ini, sejumlah masjid, sekolah, rumah sakit, jembatan yang memanjang di atas Zende Rud dan istana Chihilsutun kota Isfahan turut diperindah dengan kebun wisata.[12]

3.      Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi
Sepeninggal  Abbas I kerajaan Safawi berturut-turut di perintah oleh enam raja, yaitu Safi Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman ( 1667-1694 M), Husain (1694-1722 M), Tahmaps II (1722-1732 M), dan Abbas III (1733-1736 M). Pada masa-masa raja tersebut, kondisi kerajaan safawi tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang tetapi malah memperlihatkan kemunduranyang akhirnya membawa kepada kehancuran.
Pada saat kedudukan Sulaiman digantikan oleh Shah Husain. Para ulama  Syiah mendapatkan kekuasaan dan sering memaksakan pendapatnya terhadap penganut aliran Sunni. Sikap ini membangkitkan kemarahan golongan Sunni Afganistan sehingga mereka memberontak dan berhasil mengakhiri kekuasaan dinasti Safawi.
            Selain itu diantara sebab-sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi ialah konflik berkepanjangan dengan kerajaan Turki Utsmani. ketika mencapai kedamaian pada masa Abbas I, tak lama kemudian Abbas meneruskan konflik tersebut dan tidak ada lagi perdamaian antara kedua kerajaan besar islam itu.
            Sebab lainnya yaitu dekadensi moral yang melanda sebagian para pemimpin kerajaan Safawi. Seperti Sulaiman yang pecandu berat narkotika serta kehidupan malamnya. Begitu pula degan Sultan Husein.
            Penyebab penting lainnya yaitu karena pasukan Gulham tidak memiliki semangat perang yang tinggi seperti Qizilbash.
C.    Kerajaan Mughal di India
1. Kerajaan Mughal
Kerajaan Mughal didirikan oleh Zahiruddin Muhammad Babur yang lahir pada tanggal 24 Februari 1483 M. Ayahnya beranama Umar Syaikh Mirza keturunan kelima Timur Lenk, seorang Amir Fargana. Sedangkan Ibunya adalah seorang putri keturunan langsung Jakutai putra Jengkis Khan. Pada tahun 1494 M, ayahnya wafat dan usianya ketika itu baru 12 tahun. Babur kemudian diangkat menjadi penguasa farghana menggantikan ayahnya yang telah wafat. Meskipun masih relatif muda, Babur telah dipersiapkan untuk menjadi pemimpin yang tangguh. Ambisi dan cita-citanya untuk menjadi penguasa Delhi tampaknya diilhami oleh kebesaran kakeknya yaitu Timur Lenk.
India menjadi wilayah Islam pada masa Umayyah, yakni pada masa khalifah al-Walid. Penaklukan wilayah ini dilakukan oleh pasukan Umayyahyang dipimpin oleh panglima Muhammad ibn Qasim. Kemudian pasukan Ghaznawiyah di bawah pimpinan Sultan Mahmud mengembangan Islam di wilayah wilayah ini dengan berhasil menaklukan seluruh kekuasaan Hindu dan mengadakan pengislaman sebagian masyarakat India pada tahun 1020 M. Setelah Ghaznawi hancur, munculah beberapa dinasti kecil yang menguasai negeri India, seperti dinasti Khalji (1296-1316M.),  dinasti Tuglag (1320-1412M.) dinasti Sayyid (1414-1451M.), dinasti Lodi (1451-1526.).
Kerajaan Mongol dan Mughal di India memiliki kerterkaitan, karena sama-sama didirikan oleh bangsa mongol dan keturunannya. Sedangkan pengambilan nama Mughal adalah dari nama kebesaran bangsa Mongol.
  
2.       Kemajuan-kemajuan Kerajaan Mughal
Kemenangan yang dicapai oleh Babur merupakan ancaman bagi para Raja Hindu di anak benua India. Oleh karena itu, Babur dimana kepemimpinannya lebih banyak melakukan konsolidasi ke dalam untuk memperkuat pasukannya dalam menghadapi berbagai emungkinan serangan dari mereka dan disamping itu juga berusaha memperluas wilayah kekuasaannya.
Babur tidak lama untuk menikmati hasil-hasil kemenangannya. Dia meninggal dunia pada tanggal 26 Desember.
Sepeninggal Babur, pemerintahan selanjutnya dipegang oleh anaknya Humayun. Selama roda kepemimpinannya, kondisi pemerintahan tidak pernah stabil. Selain banyak menghadapi pepperangan, ia harus menghadapi gerakan pemberontak Bahadur Syah penguasa gujarat dan pertempuran besar dengan Sher Khan di Kanuj pada tahun 1540 M. Kemudian pada tahun 1556 M., Humayun meninggal.
Pemerintahan selanjutnya dipegang oleh Akbar (1556-1603 M.). kalau kita melihat kondisi sosio-historis menjelang pemerintahan Akbar ini ternyata hindu-astrologi, kasta dan sihir sudah mendarah daging. Dalam pemerintahan militeristik, Akbar adalah penguasa diktator. Akbar juga menerapkan politik Sulakhul (toleransi universal). Dengan demikian, tida ada perbedaan antar etnis dan agama.
Di dalam masalah agama, Akbar mempunyai pandangan liberal dan ingin mempersatuan semua agama dalam satu agama yang diberi nama Din Illahi. Sebagaimana namanya  Akbar yang berarti agung atau besar, Akbar telah membuktikan usahanya yang luar biasa besarnya. Selain memakmurkan rakyat dengan menghilangkan segala bentuk pajak, dia juga meluaskan perekonomian dalam segala cabangnya, dan memperbesar perdagangan dengan luar negeri.
Kemajuan yang dicapai Akbar masih dapat dipertahankan oleh 3 Sultan berikutnya, yaitu Jehangir (1605-1628 M.), Syah Jehan (1628-1658 M.), dan Aurangzeb (1658-1707 M.).
Diantara kemajuan-kemajuan yang sudah dicapai pada masa mughal adalah:
a.      Bidang Politik
Sekalipun dalam pemerintahan kerajaan Mughal banyak diwarnai perebutan kekuasaan, namun secara keseluruhan dari pemerintahannya masih dapat terkendali, terutama pada masa Akbar. Hal itu disebabkan, para penguasa Mugha; menerapkan sistem militeristik dalam rangka mempertahankan wilayahnya.
b.      Bidang Ekonomi
Di bidang ekonomi, sektor pertanian menjadi bagian terpenting selain perdagangan, pajak dan prindustrian. Dalam mengatur sektor pertanian, pemerintahan menerappkan sistem hubungan petani berdasarkan lahan pertanian.
c.       Bidang Seni dan Arsitektur
Pada masa sultan akbar telah digunakan tiga macam bahasa yaitu bahasa Arab sebagai bahasa agama, bahasa Turki sebagai bahasa bangsawan, dan bahasa Persia sebagai bahasa istana dan kesusastraan. Akbar juga menciptakan suatu bahasa baru yang merupakan gabungan ketika bahasa tersebut di tambah dengan bahasa Hindu yaitu bahasa Urdu.
Karya seni lainnya yaitu karya-karya arsitektur yang sangat Indah. Pada masa Akbar dibangun istana Fatpur Sikri di Sikri, vila-vila dan masjid-masjid megah. Pada masa Syah Jehan dibangun Masjid berlapis mutiara yang diberi nama masjid Moti di Agra, Taj Mahal, Masjid Raya Delhi, dan Istana Indah di Lahore.
Sedangkan karya seni yang paling menonjoladalah karya sastra gubahan penyair istana, baik yang berbahasa Persia maupun Bahasa India.[13]

3.       Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Mughal
Setelah satu setengah abad dinasti Mughal berada dipuncak kejayaannya, para pelanjut Aurangzeb tidak sanggup memmpertahankan kebesaran yang telah dibina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke- 18 M kerajaan ini memasuki masa-masa kemunduran. Kekuasaan politiknya mulai merosot, suksesi kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan sparatis Hindu di India Tengah, Sikh di belahan utara dan Islam dibagian timur semakin lama semakin mengancam. Sementara itu, para pedagang inggris untuk pertama kalinya di izinkan oleh Jehangir menanamkan modal di India, dengan didukung oleh kekuatan bersenjata semakin kuat menguasai wilayah pantai.
Pada masa Aurangzeb, pemberontakan terhadap pemerintah pusat memang sudah muncul, tetapi dapat diatasi. Pemberontakanitu bermula dari tindakan-tindakan Aurangzeb yang dengan keras menerapkan pemikiran puritanismenya. Setelah ia wafat, penerusnya rata-rata lemah dan tidak mampu menghadapi problema yang ditinggalkannya.[14]
            Konflik-konflik berkepanjangan mengakibatkan pengawasan terhadap daerah lemah. Pemerintahan daerah satu-persatu melepaskan loyalitasnya dari pemerintah pusat, bahkan cenderung memperkuat posisi pemerintahannya masing-masing. Disintregasi wilayah kekuasaan Mughal ini semakin diperburuk oleh sikap daerah, yang disamping melepaskan loyalitas terhadap pemerintah pusat, juga mereka senantiasa menjadi ancaman serius bagi eksitensi dinasti Mughal itu sendiri.
            Ketika kerajaan Mughal memasuki keadaan yang lemah seperti ini, pada tahun itu juga, perusahaan Inggris (EIC) yang sudah semakin kuat mengangkat senjata melawan pemerintah kerajaan Mughal. Peperangan berlangsung berlarut-larut. Akhirnya, Syah Alam membuat perjanjian damai dengan menyerahkan Oudh, bengal, dan orisa kepada Inggris.[15]

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari seluruh pembahasan makalah di atas, di sini kita bisa mengetahui bahwa ketiga kerajaan besar Islam yaitu kerajaan Utsmani, kerajaan Safawi, dan kerajaan Mughal  sangatlah maju dalam bidang politik. Tetapi dari ketiga kerajaan tersebut pun memiliki konflik tersendiri dan tak jarang mereka melakukan peperangan satu sama lain untuk perluasan daerah kekuasaan  masing-masing kerajaan. Dan tak khayal dari konflik-konflik tersebut yang terjadi berkepanjangan membuat bumerang dari kerajaan mereka sendiri yang membuat mereka datang kedalam masa akhir  tiga  kerajaan besar Islam.
B.     Saran
Menurut penulis kesempurnaan adalah milik Allah SWT . makalah ini tidaklah sempurna akan tetapi mencoba memberi kontribusi dalam khazanah keilmuan khususnya tentang tiga kerajaan besar Islam dalam sejarah peradaban Islam. Dan diharapkan lebih banyak lagi muncul karya ilmiah yang membahas tentang sejarah peradaban Islam.

DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Amzah
NC, Fatah Syukur. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Semarang : Pustaka Rizki Putra
Subarman, Munir. 2015.  Sejarah Kelahiran, Perkembangan dan Masa Keemasan Peradaban Islam. Yogyakarta : Deepublish
Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung : Pustaka Setia
Yatim, Badri. 2013. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada



[1] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Pustaka Setia, Bandung, 2008, h. 248
[2] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, cet. 24, h. 130-131
[3] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Amzah, Jakarta, 2010, cet. 2, h. 196-199
[4] Fatah Syukur NC, Sejarah Peradaban Islam, Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2010, cet. 2, h. 138
[5] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, cet. 24, h. 134
[6] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Amzah, Jakarta, 2010, cet. 2, h. 201-202
[7] Munir Subarman, Sejarah Kelahiran, Perkembangan dan Masa Keemasan Peradaban Islam, Penerbit Deepublish, Yogyakarta, 2015, cet. 2, h. 275-276
[8]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, cet. 24, h. 141-142
[9]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, cet. 24, h.142
[10] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Pustaka Setia, Bandung, 2008, h. 254-255
[11] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, cet. 24, h. 143
[12] Fatah Syukur NC, Sejarah Peradaban Islam, Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2010, cet. 2, h. 141
[13]Dedi  Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Pustaka Setia, Bandung, 2008, h. 263
[14] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, cet. 24, h. 159
[15]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, cet. 24, h. 161

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH : AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH (TUGAS METODOLOGI STUDI ISLAM)

TAREKAT : PENGERTIAN DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA

MAKALAH : ILMU THABAQAH