MAKALAH : TIGA KERAJAAN BESAR ISLAM
MAKALAH
MASA TIGA KERAJAAN BESAR
Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Sejarah
Peradaban Islam
Dosen: Moh. Mabruri Fauzi, MA
Disusun oleh Kelompok 9
AHMAD FAUZAN NADJIULLAH 1415203006
ATIEQ FAUZIATI
1415203018
CICIK ZAKIYARROSYIDAH 1415203025
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI
CIREBON
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Setelah runtuhnya Dinasti Abbasiyah akibat serangan
Tentara Mongol. banyak terjadi permasalahan di daerah kekuasaan mereka
sendiri, karena kerajaan-kerajaan kecil
saling berperang satu sama lain untuk memperebutkan kekuasaan. membuat suatu
kemunduran dalam politik islam kala itu.
Setelah terjadi kemunduran politik islam muncullah tiga
kerajaan besar sebagai perintis kekuatan politik islam yang baru yaitu kerajaan
Turki Utsmani, kerajaan Safawi, dan kerajaan Mughal. Dari tiga kerajaan
tersebut pun memiliki latar belakang yang berbeda-beda seperti kerajaan Turki
Utsmani yang berasal dari bangsa Turki yang berasal dari kabilah Oghuz yang
mendiami daerah Mongol dan daerah Negeri Cina yang setelah tiga abad kemudian mereka
pindah ke Turkistan. Lalu kerajaan Safawi yang dulu terbentuk bukan
berasal dari kalangan bangsawan melainkan berasal dari sekelompok tarekat kecil. Dan kerajaan Mughal yang berjaya di India.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
proses awal mula terbentuknya tiga kerajaan besar Islam?
2. Bagaimana
perkembangan kekuasaan tiga kerajaan besar Islam?
3. Apa
sebab tiga kerajaan besar Islam dapat runtuh?
C.
Tujuan
Pembahasan
1. Agar
dapat mengetahui proses awal mula terbentuknya tiga kerajaan besar Islam.
2. Agar
dapat mengetahui perkembangan kekuasaan tiga kerajaan besar Islam.
3. Agar
dapat mengetahui sebab ketiga kerajaan besar Islam runtuh.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Kerajaan Turki Utsmani di Turki
1. Kerajaan
Turki Utsmani
Pendiri
kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol
dan daerah utara Negeri Cina. Sebuah kelompok muslim dibawah pimpinan Ertoghrul yang
mengabdikan diri kepada Sultan Dinasti Saljuk Rum di dataran tinggi Asia Kecil,
yakni Sultan Alauddin II yang saat itu sedang berperang melawan Bizantium. Atas
jasa baik Ertoghrul yang akhirnya membuat kemenangan perang bagi Sultan
Alauddin II, maka Sultan Alauddin II menghadiahi sebidang tanah kecil kepada
Ertoghrul. Yang kemudian terus berkembang menjadi sebuah ibu kota yang diberi
nama Syukud.
Ertoghrul meninggal dunia tahun 1289 M. Kepemimpinan
dilanjutkan oleh putranya, yaitu Utsman bin Ertoghrul bin Sulaiman Syah bin Kia
Alp,[1] di bawah
Sultan Alauddin II hingga 1300 M. Kemudian Bangsa Mongol menyerang kerajaan
Saljuk dan Sultan Alauddin II terbunuh, mengakibatkan terpecahnya kerajaan
Saljuk menjadi beberapa kerajaan kecil. Utsman pun menyatakan kemerdekaan penuh
atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah, kerajaan Turki Utsmani dinyatakan
berdiri. Pemimpin
pertamanya adalah Utsman yang sering juga disebut Utsman I bergelar Padisyah
al-Utsman.
Ekspansi besar-besaran dilakukan Utsman I ketika masa
pemerintahannya antara tahun 1290 M
hingga 1326 M. Ketika Utsman I meninggal dunia, maka misi ekspansi
wilayah dilanjutkan oleh pemimpin-pemimpin selanjutnya. Namun, ketika masa pemerintahan
Sultan Bayazid I ekspansi kerajaan Turki Utsmani sempat terhenti beberapa lama
ketika ekspansi diarahkan ke Konstantinopel. Serangan tak terduga kepada
kerajaan Turki Utsmani dilakukan oleh tentara Mongol yang kala itu dipimpin
oleh Timur Lenk, pertempuran hebat terjadi di Ankara tahun 1402 M dan
menewaskan Sultan Bayazid I bersama putranya dalam tawanan pada tahun 1403 M.[2]
Kerajaan Turki Utsamani mencapai kegemilangannya pada
saat kerajaan ini dapat menaklukkan pusat peradaban dan pusat agama Nasrani di
Bizantium, yaitu Konstantinopel. Sultan Muhammad II yang bergelar al-Fatih
(1415-1484 M) dapat mengalahkan Bizantium dan menaklukkan Konstantinopel pada
28 Mei tahun 1453 M dan mengganti nama Konstantinopel menjadi Istanbul, kemudian
menjadikannya sebagai ibukota. Sultan Muhammad II mengubah gereja Aya Sophia menjadi sebuah
masjid yang megah tempat ibadah penduduk muslim.
Kerajaan
Turki Utsmani yang memerintah hampir tujuh abad lamanya (1299-1924 M), dan
diperintah oleh 38 Sultan. Mereka itu adalah :
1. Utsman
I (1299-1326 M)
2. Orkhan
(Putra Utsman I) (1326-1359 M)
3. Murad
(Putra Orkhan) (1359-1389 M)
4. Bayazid
I (Putra Murad I) (1389-1402 M)
5. Muhammad
I (Putra Bayazid I) (1403-1421 M)
6. Murad
II (Putra Muhammad I) (1421-1451 M)
7. Muhammad
II al Fatih (Putra Murad II) (1451-1481 M)
8. Bayazid
II (Putra Muhammad II) (1481-1512 M)
9. Salim
I (Putra Bayazid II) (1512-1520 M)
10. Sulaiman
I al Qanuni (Putra Salim I) (1520-1566 M)
11. Salim
II (Putra Sulaiman I) (1566-1573 M)
12. Murad
II (Putra Salim II) (1573-1596 M)
13. Muhammad
II (Putra Murad III) (1596-1603 M)
14. Ahmad
I (Putra Muhammad III) (1603-1617 M)
15. Mustafa
I (Putra Muhammad III) (1617-1618 M)
16. Suman
I (Putra Ahmad III) (1618-1622 M)
17. Murad
I (Yang kedua kalinya) (1622-1623 M)
18. Murad
IV (Putra Ahmad I) (1623-1640 M)
19. Ibrahim
I (Putra Ahmad I) (1640-1648 M)
20. Muhammad
II (Putra Ibrahim I) (1648-1687 M)
21. Sulaiman
I (Putra Ibrahim I) (1687-1691 M)
22. Ahmad
II (Putra Ibrahim I) (1691-1695 M)
23. Mustafa
II (Putra Muhammad IV) (1695-1703 M)
24. Ahmad
II (Putra Muhammad IV) (1703-1730 M)
25. Mahmud
I (Putra Mustafa II) (1730-1754 M)
26. Utsman
III (Putra Mustafa II) (1754-1757 M)
27. Mustafa
III (Putra Ahmad III) (1757-1774 M)
28. Abdul
Hamid I (Putra Ahmad III) (1774-1788 M)
29. Salim
III (Putra Mustafa III) (1789-1807 M)
30. Mustafa
IV (Putra Abdul Hamid I) (1807-1808 M)
31. Mahmud
II (Putra Abdul Hamid I) (1808-1839 M )
32. Abdul
Majid (Putra Mahmud II) (--)
33. Abdul
Aziz (Putra Mahmud II) ( -1861 M)
34. Murad
V (Putra Abdul Majid I) (1861-1876 M)
35. Abdul
Hamid II (Putra Abdul Majid I) (1876-1909 M)
36. Muhammad
VI (Putra Abdul Majid I) (1909-1918 M)
37. Muhammad
VI (Putra Abdul Majid I) (1918-1922 M)
38. Abdul
Majid II (1922-1924 M)
Kejayaan Turki Utsmani terjadi pada abad ke-16, ketika
wilayah yang dimiliki Dinasti Turki Utsmani membentang dari Selat Persia di
Asia sampai ke pintu gerbang Kota Wina di Eropa dan dari laut Gaspienne di Asia
sampai ke Aljazair di Afrika Barat.[3]
2.
Kemajuan-kemajuan
Kerajaan Turki Utsmani
a.
Bidang
Kemiliteran dan Pemerintahan
Kekuatan
militer kerajaan ini mulai diorganisasi dengan baik dan teratur pada masa
pemerintahan Sultan Orkhan (1336-1359 M) mengadakan perombakan dalam tubuh
organisasi militer dalam bentuk mutasi personel pimpinan dan perombakan dalam
keanggotaan.[4]
Bangsa-bangsa non-Turki dimasukkan sebagai anggota, bahkan anak-anak Kristen
yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan
prajurit. Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer
baru yang disebut pasukan Jenissari atau
Inkisyariyah.[5]
Keberhasilan
ekspansi wilayah oleh militer kerajaan Turki Utsmani tersebut dibarengi pula
dengan terciptanya susunan pemerintahan yang teratur. Sultan sebagai penguasa
tertinggi, dibantu oleh Shadr al-A’zham (perdana menteri) yang
membawahi Pasya (gubernur). Gubernur
mengepalai daerah tingkat I. Dibantu oleh beberapa orang Az-Zanaziq atau Al-Alawiyah (bupati).
Dan pengadilan tertinggi dipegang oleh seorang Mufti.
Untuk mengatur urusan pemerintahan
pada masa Sultan Sulaiman I disusunlah sebuah kitab Undang-Undang (qanun). Kitab tersebut diberi nama Multaqa al-Abhur, yang menjadi pegangan
hukum bagi kerajaan Turki Utsmani. Karena jasa besar Sultan Sulaiman I ini,
maka dia digelari al-Qanun.[6]
b.
Bidang
Ilmu Pengetahuan
Sebagai bangsa
yang berdarah militer, Turki Utsmani lebih banyak memfokuskan kegiatan mereka
dalam bidang kemiliteran, sementara dalam bidang ilmu pengetahuan mereka tampak
tidak begitu menonjol.
c.
Bidang
Kebudayaan
Dalam bidang kebudayaan, Kerajaan
Turki Utsmani telah melahirkan tokoh-tokoh terkenal pada abad ke-16, 17, dan
18. Antara lain penyair yang bernama Nafi’ (1528-1636 M) dan Muhammad Esat
Efendi atau Galip Dede (1757-1799 M), penulis yang membawa pengaruh Persia
yakni Yusuf Nabi (1642-1712 M). Kemudian dalam bidang sastra Turki Utsmani
memunculkan dua tokoh terkemuka, yaitu Katip Celebi dan Evliya Celebi.
Adapun dalam bidang arsitektur bangunan.
Turki Utsmani begitu berpengaruh di Turki seperti arsitek dalam
bangunan-bangunan masjid yang indah Masjid Sultan Muhammad al-Fatih, Masjid
Agung Sultan Sulaiman, dan Masjid Aya Sophia.
3.
Kemunduran
dan Kehancuran Kerajaan Turki Utsmani
Pada akhir
kekuasaan Sulaiman al-Qanuni I kerajaan Turki Utsmani berada di tengah-tengah
dua kekuatan monarki Austria di Eropa dan kerajaan Safawiyah di Asia. Melemahnya kerajaan Turki Utsmani
setelah wafatnya Sultan Sulaiman I dan digantikan oleh Sultan Salim II membuat
kerajaan Turki Utsmani pada abad ke-19 mengalami kemunduran yang sangat tajam.
Munculnya berbagai macam
pemberontakan, banyaknya daerah yang mulai memisahkan diri dan mendirikan
pemerintahan otonom yang merdeka, serta bangkitnya Mesir dibawah pimpinan Ali
Bey. Membuat kerajaan Turki Utsmani benar-benar mengalami masa kemunduran.
Berikut dapat disimpulkan
faktor-faktor yang mempengaruhi kemunduran kerajaan Turki Utsmani :
a.
Faktor
Internal
1. Luasnya
wilayah kekuasaan dan buruknya sistem pemerintahan, kurangnya keadilan serta
korupsi yang merajalela.
2. Heterogenitas
penduduk dan agama, yang tidak sesuai dengan landasan kerajaan Turki Utsmani
sebagai negara militer.
3. Kehidupan
para penguasa yang suka bermewah-mewahan.
4. Merosotnya
perekonomian negara akibat peperangan yang berlangsung berabad-abad lamanya.
b.
Faktor
Eksternal
1. Timbulnya
gerakan nasionalisme di kalangan bangsa-bangsa yang tunduk pada kerajaan Turki
Utsmani.
2. Melemahnya
militer kerajaan Turki Utsmani dikarenakan ketidak tersediaannya persenjataan
yang lengkap.
B.
Kerajaan
Safawi di Persia
1. Kerajaan
Safawi
Ketika kerajaan Utsmani sudah mencapai puncak
kemajuannya, kerajaan Safawi di Persia baru berdiri. Kerajaan ini berkembang dengan
cepat. Dalam perkembangannya, kerajaan Safawi sering bentrok dengan Turki Utsmani.
Berbeda
dari dua kerajaan besar Islam lainnya (Utsmani dan Mughal), kerajaan Safawi menyatakan Syi’ah sebagai madzhab negara. Kerajaan Safawi berasal
dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan.
Tarekat ini diberi nama tarekat Safawiyah, didirikan pada waktu yang hampir
bersamaan dengan berdirinya kerajaan Utsmani. Nama Safawi diambil dari nama
pendirinya, Safi Al-Din (1252-1334 M) dan nama Safawi itu terus dipertahankan
sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan nama tersebut terus
dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan.
Dalam
kecenderungan memasuki dunia politik dan perluasan politik keagamaan, kerajaan
Safawi mendapat
wujud konkretnya pada masa kepemimpinan Juneid (1447-1460 M). Perluasan
kegiatan ini menimbulkan konflik antara Juneid dengan penguasa Kara Koyunlu
(domba hitam), dalam konflik tersebut Juneid kalah dan diasingkan kesuatu
tempat. Di tempat baru ini ia mendapatkan perlindungan dari Diyar Bakr, Al-Koyunlu
(domba putih) yang dinggal di istana Uzun Hasan. Kemudian ia beraliansi secara
politik dengan Uzun Hasan, ia juga mempersunting saudara perempuan Uzun Hasan.
Pada saat ia mencoba merebut Sircassia (1460 M), ia sendiri terbunuh dalam
pertempuran tersebut.
Ketika
itu anak Juneid, Haidar, kepemimpinan gerakan Safawi baru bisa diserahkan
secara resmi pada tahun 1470 M. Hubungan Haidar dengan Uzun Hasan semakin erat
setelah Haidar mengawini salah seorang putri Uzun Hasan. Dari perkawinan ini
lahirlah Ismail yang dikemudian hari menjadi pendiri kerajaan safawi di Persia.
Gerakan militer Safawi yang dipimpin oleh Haidar dipandang sebagai rival politik
oleh Al Koyunlu. Padahal, Safawi adalah sekutu dari Koyunlu. Ketika Safawi
menyerang wilayah Sircassia dan pasuka Sirwan, Al Koyunlu mengirim bantuan
militer kepada Sirwan sehingga pasukan Haidar kalah dan Haidar sendiri terbunuh
dalam peperangan itu.
Ali,
putra dan pengganti Haidar, didesak oleh bala tentara untuk menuntut balas atas
kematian ayahnya terutama terhadap Al Koyunlu. Tetapi Ya’kub pemimpin Al Koyunlu dapat menangkap dan memenjarakan
ali bersama saudaranya, Ibrahim, Ismail, dan Ibunya, di Fars selama empat
setengah tahun (1489-1493 M). Mereka dibebaskan oleh Rustam, putra makhota Al
Koyunlu, dengan syarat mau membantunya memerangi saudara sepupunya. Setelah
saudara sepupu Rustam dapat dikalahan. Ali bersaudara kembali ke Ardabil. Akan
tetapi tidak lama kemudian Rustam berbalik memusuhi dan menyerang Ali
bersaudara, dan Ali terbunuh dalam serangan ini (1494 M).
Kepemimpinan
gerakan safawi, selanjutnya berada ditangan Ismail. Pada tahun 1501 M, pasukan Qizilbash (pasukan baret merah)
menyerang dan mengalahkan Al Koyunlu di Sharur dan memasuki serta menaklukkan
Tabriz, ibukota Al Koyunlu, di Kota ini Ismail memproklamasikan dirinya sebagai
raja pertama dinasti Safawi. Ia juga disebut Ismail I.
Ismail
I berkuasa selama 23 tahun, sepuluh tahun pertama ia dapat meluaskan wilayah
kekuasaan ke berbagai daerah. Pada tahun 1503 M. Ia berhasil menghancurkan
sisa-sisa kekuatan Al-Koyunlu di Hamadan. Tahun 1504 M ia menguasai provinsi
Kaspia di Nazandaran, Gurgan dan Yazd. Tahun 1505-1507 M. Ia menguasai Diyar
Bakr. Tahun 1508 M, menguasai Baghdad dan daerah barat daya Persia. Tahun 1509
M, menguasai Sirwan. Tahun 1510 M, mengalahkan Syaibak Khan, keturunan Jenghis
Khan, dan menguasai Khurasan, Heart dan Merv. Dalam tempo sepuluh tahun itu
wilayah kekuasaannya meliputi seluruh Persia dan bagian Timur Bulan Sabit Subur
( Fertile Crescent) yaitu wilayah di
Asia membentang dari laut Tengah melalui daerah antara sungai Tigris dan sungai
Eufrat hingga teluk Persia.[7]
Peperangan dengan Turki Utsmani terjadi pada tahun 1514 M di
Chaldiran, dekat Tabriz. Ismail menjumpai saingan saingan kepala batu yaitu
Sultan Salim I dari Turki. Peperangan ini, berasal dari kebencian Salim dan
pengejaran terhadap seluruh umat muslim di Syi’ah di daerah kekuasaannya. Fanatisme
Sultan Salim memaksanya untuk membunuh 40.000 orang yang didakwah setelah
mengingkari ajaran-ajaran sunni.[8]
Dalam peperangan ini Ismail mengalami kekalahan. Namun, kerajaan Safawi
terselamatkan dengan pulangnya Sultan Utsmani ke Turki karena trejadi
perpecahan di kalangan militer Turki di negerinya.
Peperangan
antara dua kerajaan besar Islam ini terjadi beberapa kali pada zaman
pemerintahan Tahmasp I (1524-1576 M), Ismail II (1576-1577 M), dan Muhammad
Khudabanda (1577-1587 M). Pada masa tiga raja tersebut, kerajaan Safawi dalam
keadaan lemah.
Kondisi
memperihatinkan ini baru bisa di atasi setelah raja Safawi kelima, Abbas I,
naik tahta. Ia memerintah dari tahun 1588 sampai dengan 1628 M.[9]
langkah-langkah-langkah yang di tempuh Abbas I dalam rangka memulihkan politik kerajaan Safawi adalah :
a. Mengadakan
pembenahan administrasi dengan cara pengaturan dan pengontrolan dari pusat.
b. Pemindahan
ibukota ke Isfahan.
c. Berusaha
menghilangkan dominasi pasukan Qiziblash atas kerajaan Safawi dengan cara
membentuk pasukan baru yang aggotanya terdiri atas budak-budak yang berasal dari tawanan
perang bangsa Georgia, Armenia, dan Sircassia yang telah ada sejak Raja Tamh I.
d. Mengadakan
perjanjian perdamaian dengan Turki Utsmani.
e. Berjanji
tidak akan menghina tiga khalifah pada khotbah Jum’at.[10]
Usaha-usaha
yang dilakukan Abbas I tersebut berhasil membuat kerajaan Safawi kuat kembali. Setelah
itu Abbas I muai memusatkan perhatiannya keluar dengan berusaha merebut kembali
wilayah-wilayah kekuasaan yang hilang. Pada tahun 1602 M, pasukan Abbas I
berhasil menguasai Tabriz, Sirwan, dan Baghdad, sedangkan kota-kota Nakhchivan,
Erivan, Ganja, dan Tiflis dapat dikuasai
tahun 1605-1606 M. Selanjutnya pada tahun 1622 pasukan Abbas I berhasil
merebut kepulauan Hurmuz dan merubah pelabuhan Gumrun menjadi pelabuhan Bandar
Abbas.[11]
2.
Kemajuan-kemajuan
Kerajaan Safawi
Masa
kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan kerajaan Safawi. Ia berhasil
mengatasi gejolak politik yang mengganggu stabilitas negara, dan sekaligus ia
berhasil merebut kembali beberapa wilayah kekuasaan yang sebelumnya lepas
tersebut oleh kerajaan Utsmani. Berikut kemajuan-kemajuan yang ditorehkan selama
Abbas I memegang kekuasaan kerajaan Safawi :
a.
Bidang Ekonomi
Bukti nyata perkembangan perekonomian
Safawi adalah dikuasainya Kepulauan Hurmusz dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi
Bandar Abbas pada masa Abbas I. Maka salah satu jalur dagang menghubungkan
antara Timur dan Barat sepenuhnya menjadi pemilik kerajaan safawi. Disamping di sektor perdagangan,
kerajaan safawi juga mengalami kemajuan di sektor pertanian terutama di daerah
Bulan Sabit Subur (Fortille crescent).
b.
Bidang
Ilmu Pengentahuan
Bangsa persia dalam sejarah islam dianggap berjasa besar
dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Maka tidak mengherankan apabila kondisi
tersebut terus berlanjut, sehingga muncul ilmuan seperti Baha al-Din
Asy-syaerozi, Sadar al-Din Asy-Syaerozi,
Muhammad al-Baqir al-Din ibn Muhammad Damad, masing-masing ilmuan di bidang
filasafat, sejarah, teologi, dan ilmu umum.
c.
Bidang
seni
Kemajuan seni arsitektur ditandai
dengan berdirinya sejumlah bangunan megah yang memperindah ibukota kerajaan
ini, sejumlah masjid, sekolah, rumah sakit, jembatan yang memanjang di atas
Zende Rud dan istana Chihilsutun kota Isfahan turut diperindah dengan kebun
wisata.[12]
3.
Kemunduran
dan
Kehancuran Kerajaan Safawi
Sepeninggal Abbas I kerajaan Safawi berturut-turut di
perintah oleh enam raja, yaitu Safi Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667
M), Sulaiman ( 1667-1694 M), Husain (1694-1722 M), Tahmaps II (1722-1732 M),
dan Abbas III (1733-1736 M). Pada masa-masa raja tersebut, kondisi kerajaan
safawi tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang tetapi malah memperlihatkan
kemunduranyang akhirnya membawa kepada kehancuran.
Pada
saat kedudukan Sulaiman digantikan oleh Shah Husain. Para ulama Syi’ah mendapatkan kekuasaan dan sering
memaksakan pendapatnya terhadap penganut aliran Sunni. Sikap ini membangkitkan
kemarahan golongan Sunni Afganistan sehingga mereka memberontak dan berhasil
mengakhiri kekuasaan dinasti Safawi.
Selain itu diantara sebab-sebab kemunduran
dan kehancuran kerajaan Safawi ialah konflik berkepanjangan dengan kerajaan
Turki Utsmani. ketika mencapai kedamaian pada masa Abbas I, tak lama kemudian Abbas
meneruskan konflik tersebut dan tidak ada lagi perdamaian antara kedua kerajaan
besar islam itu.
Sebab lainnya yaitu dekadensi moral
yang melanda sebagian para pemimpin kerajaan Safawi. Seperti Sulaiman yang
pecandu berat narkotika serta kehidupan malamnya. Begitu pula degan Sultan Husein.
Penyebab penting lainnya yaitu karena
pasukan Gulham tidak memiliki semangat perang yang tinggi seperti Qizilbash.
C.
Kerajaan
Mughal di India
1. Kerajaan Mughal
Kerajaan Mughal
didirikan oleh Zahiruddin Muhammad Babur yang lahir pada tanggal 24 Februari
1483 M. Ayahnya beranama Umar Syaikh Mirza keturunan kelima Timur Lenk, seorang
Amir Fargana. Sedangkan
Ibunya adalah seorang putri keturunan langsung Jakutai putra Jengkis Khan. Pada
tahun 1494 M, ayahnya
wafat dan usianya ketika itu baru 12 tahun. Babur kemudian diangkat menjadi penguasa farghana
menggantikan ayahnya yang telah wafat. Meskipun masih relatif muda, Babur telah
dipersiapkan untuk menjadi pemimpin yang tangguh. Ambisi dan cita-citanya untuk
menjadi penguasa Delhi tampaknya diilhami oleh kebesaran kakeknya yaitu Timur
Lenk.
India menjadi wilayah Islam pada
masa Umayyah, yakni pada masa khalifah al-Walid. Penaklukan wilayah ini
dilakukan oleh pasukan Umayyahyang dipimpin oleh panglima Muhammad ibn Qasim.
Kemudian pasukan Ghaznawiyah di bawah pimpinan Sultan Mahmud mengembangan Islam
di wilayah wilayah ini dengan berhasil menaklukan seluruh kekuasaan Hindu dan
mengadakan pengislaman sebagian masyarakat India pada tahun 1020 M. Setelah
Ghaznawi hancur, munculah beberapa dinasti kecil yang menguasai negeri India,
seperti dinasti Khalji (1296-1316M.),
dinasti Tuglag (1320-1412M.) dinasti Sayyid (1414-1451M.), dinasti Lodi
(1451-1526.).
Kerajaan Mongol dan Mughal di India
memiliki kerterkaitan, karena sama-sama didirikan oleh bangsa mongol dan
keturunannya. Sedangkan pengambilan nama Mughal adalah dari nama kebesaran
bangsa Mongol.
2.
Kemajuan-kemajuan
Kerajaan Mughal
Kemenangan yang dicapai oleh Babur merupakan
ancaman bagi para Raja Hindu di anak benua India. Oleh
karena itu, Babur dimana kepemimpinannya lebih banyak melakukan konsolidasi ke
dalam untuk memperkuat pasukannya dalam menghadapi berbagai emungkinan serangan
dari mereka dan disamping itu juga berusaha memperluas wilayah kekuasaannya.
Babur tidak lama untuk menikmati
hasil-hasil kemenangannya. Dia meninggal dunia pada tanggal 26 Desember.
Sepeninggal Babur, pemerintahan
selanjutnya dipegang oleh anaknya Humayun. Selama roda kepemimpinannya, kondisi
pemerintahan tidak pernah stabil. Selain banyak menghadapi pepperangan, ia
harus menghadapi gerakan pemberontak Bahadur Syah penguasa gujarat dan
pertempuran besar dengan Sher Khan di Kanuj pada tahun 1540 M. Kemudian pada tahun 1556 M., Humayun
meninggal.
Pemerintahan selanjutnya dipegang
oleh Akbar (1556-1603 M.). kalau kita melihat kondisi sosio-historis menjelang
pemerintahan Akbar ini ternyata hindu-astrologi, kasta dan sihir sudah mendarah
daging. Dalam pemerintahan militeristik, Akbar adalah penguasa diktator. Akbar
juga menerapkan politik Sulakhul (toleransi
universal). Dengan demikian, tida ada perbedaan antar etnis dan agama.
Di dalam
masalah agama, Akbar mempunyai pandangan liberal dan ingin mempersatuan semua
agama dalam satu agama yang diberi nama Din
Illahi. Sebagaimana
namanya Akbar yang berarti agung atau
besar, Akbar telah membuktikan usahanya yang luar biasa besarnya. Selain memakmurkan rakyat dengan
menghilangkan segala bentuk pajak, dia juga meluaskan perekonomian dalam segala
cabangnya, dan memperbesar perdagangan dengan luar negeri.
Kemajuan yang dicapai Akbar masih
dapat dipertahankan oleh 3 Sultan berikutnya, yaitu Jehangir (1605-1628 M.),
Syah Jehan (1628-1658 M.), dan Aurangzeb (1658-1707 M.).
Diantara kemajuan-kemajuan yang
sudah dicapai pada masa mughal adalah:
a.
Bidang
Politik
Sekalipun dalam
pemerintahan kerajaan Mughal banyak diwarnai perebutan kekuasaan, namun secara
keseluruhan dari pemerintahannya masih dapat terkendali, terutama pada masa
Akbar. Hal
itu disebabkan, para penguasa Mugha; menerapkan sistem militeristik dalam
rangka mempertahankan wilayahnya.
b.
Bidang
Ekonomi
Di bidang ekonomi, sektor pertanian
menjadi bagian terpenting selain perdagangan, pajak dan prindustrian. Dalam
mengatur sektor pertanian, pemerintahan menerappkan sistem hubungan petani berdasarkan
lahan pertanian.
c.
Bidang
Seni dan Arsitektur
Pada masa
sultan akbar telah digunakan tiga macam bahasa yaitu bahasa Arab sebagai bahasa
agama, bahasa Turki sebagai bahasa bangsawan, dan bahasa Persia sebagai bahasa
istana dan kesusastraan. Akbar juga menciptakan suatu bahasa baru yang
merupakan gabungan ketika bahasa tersebut di tambah dengan bahasa Hindu yaitu
bahasa Urdu.
Karya seni lainnya yaitu karya-karya
arsitektur yang sangat Indah. Pada masa Akbar dibangun istana Fatpur Sikri di
Sikri, vila-vila dan masjid-masjid megah. Pada masa Syah Jehan dibangun Masjid
berlapis mutiara yang diberi nama masjid Moti di Agra, Taj Mahal, Masjid Raya
Delhi, dan Istana Indah di Lahore.
Sedangkan karya seni yang paling
menonjoladalah karya sastra gubahan penyair istana, baik yang berbahasa Persia
maupun Bahasa India.[13]
3.
Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Mughal
Setelah satu setengah abad dinasti
Mughal berada dipuncak kejayaannya, para pelanjut Aurangzeb tidak sanggup
memmpertahankan kebesaran yang telah dibina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada
abad ke- 18 M kerajaan ini memasuki masa-masa kemunduran. Kekuasaan politiknya
mulai merosot, suksesi kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan,
gerakan sparatis Hindu di India Tengah, Sikh di belahan utara dan Islam
dibagian timur semakin lama semakin mengancam. Sementara itu, para pedagang
inggris untuk pertama kalinya di izinkan oleh Jehangir menanamkan modal di
India, dengan didukung oleh kekuatan bersenjata semakin kuat menguasai wilayah
pantai.
Pada masa Aurangzeb, pemberontakan
terhadap pemerintah pusat memang sudah muncul, tetapi dapat diatasi.
Pemberontakanitu bermula dari tindakan-tindakan Aurangzeb yang dengan keras
menerapkan pemikiran puritanismenya.
Setelah ia wafat, penerusnya rata-rata lemah dan tidak mampu menghadapi
problema yang ditinggalkannya.[14]
Konflik-konflik
berkepanjangan mengakibatkan pengawasan terhadap daerah lemah. Pemerintahan
daerah satu-persatu melepaskan loyalitasnya dari pemerintah pusat, bahkan
cenderung memperkuat posisi pemerintahannya masing-masing. Disintregasi wilayah
kekuasaan Mughal ini semakin diperburuk oleh sikap daerah, yang disamping
melepaskan loyalitas terhadap pemerintah pusat, juga mereka senantiasa menjadi
ancaman serius bagi eksitensi dinasti Mughal itu sendiri.
Ketika
kerajaan Mughal memasuki keadaan yang lemah seperti ini, pada tahun itu juga,
perusahaan Inggris (EIC) yang sudah semakin kuat mengangkat senjata melawan
pemerintah kerajaan Mughal. Peperangan berlangsung berlarut-larut. Akhirnya,
Syah Alam membuat perjanjian damai dengan menyerahkan Oudh, bengal, dan orisa
kepada Inggris.[15]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari seluruh pembahasan makalah di atas, di sini kita
bisa mengetahui bahwa ketiga kerajaan besar Islam yaitu kerajaan Utsmani, kerajaan
Safawi, dan kerajaan Mughal sangatlah
maju dalam bidang politik. Tetapi dari ketiga kerajaan tersebut pun memiliki konflik tersendiri dan
tak jarang mereka melakukan peperangan satu sama lain untuk perluasan daerah
kekuasaan masing-masing kerajaan. Dan
tak khayal dari konflik-konflik tersebut yang terjadi berkepanjangan membuat
bumerang dari kerajaan mereka sendiri yang membuat mereka datang kedalam masa
akhir tiga kerajaan besar Islam.
B.
Saran
Menurut
penulis kesempurnaan adalah milik Allah SWT . makalah ini tidaklah sempurna
akan tetapi mencoba memberi kontribusi dalam khazanah keilmuan khususnya
tentang tiga kerajaan besar Islam dalam sejarah peradaban Islam. Dan diharapkan
lebih banyak lagi muncul karya ilmiah yang membahas tentang sejarah peradaban
Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Amin,
Samsul Munir. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta :
Amzah
NC, Fatah Syukur. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Semarang : Pustaka Rizki Putra
Subarman,
Munir. 2015. Sejarah Kelahiran, Perkembangan dan Masa Keemasan Peradaban Islam. Yogyakarta : Deepublish
Supriyadi,
Dedi. 2008. Sejarah
Peradaban Islam. Bandung : Pustaka Setia
Yatim,
Badri. 2013. Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta : Raja
Grafindo Persada
[1] Dedi Supriyadi, Sejarah
Peradaban Islam, Pustaka Setia, Bandung, 2008, h. 248
[2] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, cet. 24, h. 130-131
[3] Samsul Munir Amin, Sejarah
Peradaban Islam, Amzah, Jakarta, 2010, cet. 2, h. 196-199
[4] Fatah Syukur NC, Sejarah
Peradaban Islam, Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2010, cet. 2, h. 138
[6] Samsul Munir Amin, Sejarah
Peradaban Islam, Amzah, Jakarta, 2010, cet. 2, h. 201-202
[7] Munir Subarman, Sejarah
Kelahiran, Perkembangan dan Masa Keemasan Peradaban Islam, Penerbit
Deepublish, Yogyakarta, 2015, cet. 2, h. 275-276
[10] Dedi Supriyadi, Sejarah
Peradaban Islam, Pustaka Setia, Bandung, 2008, h. 254-255
THANKYOU MASZZEEEHH
BalasHapus