RINGKAYAN MATERI EYD

TUGAS TERSTRUKTUR

RINGKASAN MATERI EYD

Diajukan untuk memenuhi mata kuliah Bahasa Indonesia

Dosen: Dra. Tati Sri Uswati, M. Pd

Disusun oleh Kelompok I

ATIEQ FAUZIATI                                      1415203018
ALEN SITI NURFAUZIAH                       1415203009
CICIK ZAKIYATUR ROSYIDAH           1415203025
DARIN HERAWATI                                   1415203027
DELA NURMALASARI                            1415203029





INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI
CIREBON
2015


KATA PENGANTAR


Bismillahirrahmanirrahim. Pertama-tama kami mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat dan hidayahNya lah kami dari kelompok 1 dapat menyelesaikan resume tentang Ringkasan Materi Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) ini.
Makalah ini merupakan hasil diskusi kelompok untuk sebagai tugas kami dalam mata kuliah Bahasa Indonesia.
Tak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada dosen pengasuh mata kuliah Bahasa Indonesia yaitu ibu Tati Sri Uswati, M. Pd. yang telah memberikan kami kesempatan untuk membuat resume ini.Akhirnya kami menyadari bahwa resume yang kami buat ini semata-mata tak luput dari kesalahan maka dari itu kami bersedia menerima kritikan dan masukan bagi yang membacanya.

Cirebon, September 2015
Penyusun












DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
BAB I PEMBAHASAN.......................................................................................   1           
1.1  Sejarah Perkembangan EYD.......................................................................   1
     1.2 Pemakaian Huruf Kapital............................................................................   2
     1.3 Pemakaian Huruf Miring…………………………………………………... 3
     1.4 Penulisan Kata.............................................................................................   4
     1.5 Penulisan Kata Serapan................................................................................. 6
     1.6 Pemakaian Tanda Baca...............................................................................   8
     1.7 Akronim dan Singkatan…………………………………………………..  16
     1.8 Pembentukan Istilah……………………………………………………… 20
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 28


BAB I
PEMBAHASAN

1.1 Sejarah Perkembangan EYD
1.      Ejaan van Ophuijsen
Pada tahun 1901 ejaan bahasa Melayu dengan huruf  latin, yang disebut Ejaan van Ophuijsen, ditetapkan. Ejaan tersebut dirancang oleh van Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Hal-hal yang menonjol dalam ejaan ini adalah sebagai berikut.
1. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang.
2. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer.
3. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-katama’moer, ‘akal, ta’, pa’, dinamai’.
2. Ejaan Soewandi
Pada tanggal 19 Maret 1947 ejaan Soewandi diresmikan menggantikan ejaan van Ophuijsen. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan ejaan Republik. Hal-hal yang perlu diketahui sehubungan dengan pergantian ejaan itu adalah sebagai berikut.
1. Huruf oe diganti dengan u, seperti pada guru, itu, umur.
2. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, seperti pada kata-kata tak,                              pak,maklum, rakjat.
3. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti anak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.4. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, seperti kata depan di- pada dirumah, dikebun, disamakan dengan imbuhan di- pada ditulis, dikarang.
3. Ejaan Melindo
Pada akhir 1959 sidang putusan Indonesia dan Melayu (Slamet mulyana-Syeh Nasir bin Ismail, Ketua) menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia). Perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya mengurungkan peresmian ejaan itu.


4. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaianEjaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57,Tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu


1.2 Pemakaian Huruf Kapital
A. Pemakaian Huruf Kapital
1.
Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Misalnya:
Dia mengantuk.
Apa maksudnya?
2.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Misalnya:
Adik bertanya, "Kapan kita pulang?"
"Kemarin engkau terlambat," katanya.
4.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Misalnya:
Mahaputra Yamin
Sultan Hasanuddin
Haji Agus Salim
5.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
Misalnya:
Wakil Presiden Adam Malik
Profesor Supomo
Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian
8.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
Misalnya:
bulan Agustus
hari Natal
bulan Maulid
Perang Candu
hari Galungan
tahun Hijriah
hari Jumat
tarikh Masehi
13.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti dikedaridanyang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
Misalnya:
Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
Dia adalah agen surat kabar Sinar Pembangunan.
Ia menyelesaikan makalah "Asas-Asas Hukum Perdata".
14.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.
Misalnya:
Dr.
doktor
M.A.
master of arts
S.H.
sarjana hukum
S.S.
sarjana sastra
Prof.
profesor
Tn.
Tuan
Ny.
nyonya
Sdr.
saudara

1.3 Pemakaian Huruf Miring
A. Pemakaian Huruf Miring
1.
Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menulis nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misalnya:
majalah Bahasa dan Kesusastraan
buku Negarakertagama karangan Prapanca
surat kabar Suara Karya

Menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, atau kelompok kata
Contoh:
Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf besar
Buatlah kalimat dengan kata lepas tangan
Huruf pertama dalam kata abjad adalah a


3.
Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
Misalnya:
Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia mangostana.
Politik divide et impera pernah merajalela di negeri ini.
Weltanschauung antara lain diterjemahkan menjadi 'pandangan dunia'.










1.4 Penulisan Kata Dasar
            A. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya:
Ibu percaya bahwa engkau tahu.
Kantor pajak penuh sesak.
Buku itu sangat tebal.

B. Kata Turunan
1.
Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Misalnya:
         bergeletar
         dikelola
         penetapan
         menengok
         mempermainkan
2.
Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.
Misalnya:
         bertepuk tangan
         garis bawahi
         menganak sungai
         sebar luaskan
4.
Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya:
Adipati
Mahasiswa
aerodinamika
Mancanegara
antarkota
Multilateral
anumerta
Narapidana
audiogram
Nonkolaborasi
awahama
Pancasila
bikarbonat
Panteisme
biokimia
Paripurna
caturtunggal
Poligami
dasawarsa
Pramuniaga
dekameter
Prasangka
demoralisasi
Purnawirawan
introspeksi
Transmigrasi

C. Kata Ulang
1. Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
Misalnya:
anak-anak, buku-buku, kuda-kuda, mata-mata, hati-hati, undang-undang, biri-biri, kupu-kupu, kura-kura, laba-laba, sia-sia, gerak-gerik, huru-hara, lauk-pauk, mondar-mandir, ramah-tamah, sayur-mayur, centang-perenang, porak-poranda, tunggang-langgang, berjalan-jalan, dibesar-besarkan, menulis-nulis, terus-menerus, tukar-menukar, hulubalang-hulubalang, bumiputra-bumiputra

D. Gabungan Kata
1.
Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah.
Misalnya:
duta besar, kambing hitam, kereta api cepat luar biasa, mata pelajaran, meja tulis, model linear, orang tua, persegi panjang, rumah sakit umum, simpang empat.
2.
Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan.
Misalnya:
alat pandang-dengaranak-istri saya, buku sejarah-barumesin-hitung tangan, ibu-bapak kami, watt-jamorang-tua muda
3.
Gabungan kata berikut ditulis serangkai.
Misalnya:
acapkali, adakalanya, akhirulkalam, alhamdulillah, astagfirullah, bagaimana, barangkali, bilamana, bismillah, beasiswa, belasungkawa, bumiputra, daripada, darmabakti, darmasiswa, dukacita, halalbihalal, hulubalang, kacamata, kasatmata, kepada, keratabasa, kilometer, manakala, manasuka, mangkubumi, matahari, olahraga, padahal, paramasastra, peribahasa, puspawarna, radioaktif, sastramarga, saputangan, saripati, sebagaimana, sediakala, segitiga, sekalipun, silaturahmi, sukacita, sukarela, sukaria, syahbandar, titimangsa, wasalam

E. Kata Ganti ku, kau, mu dan nya

1.      Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; kumu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
       Misalnya:
       Apa yang kumiliki boleh kauambil.
       Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.

F. Kata Depan di, ke, dan dari

1.      Kata depan dike, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.
Misalnya:
Kain itu terletak di dalam lemari.
Bermalam sajalah di sini.
Di mana Siti sekarang?
Mereka ada di rumah.
Ia ikut terjun ke tengah kancah perjuangan.

Catatan:
Kata-kata yang dicetak miring di bawah ini ditulis serangkai.
Si Amin lebih tua daripada si Ahmad.
Kami percaya sepenuhnya kepadanya.
Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu.



1.5  Penulisan Kata Serapan
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari berbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing seperti Sanskerta, Arab, Portugis, Belanda, atau Inggris.

Contoh kata-kata yang diserap dari bahasa Belanda :
1. Advokat (Advocaat),
2. Brankas (Brandkast),
3. Demokrasi (Demokratie),
4. Eksemplar (Exemplaar), dan lain-lain.

Setelah bahasa Belanda, yang menempati peringkat kedua dalam penyerapan kata-katanya adalah bahasa Inggris. Jumlah kata yang diserap dari bahasa Inggris adalah sebanyak 1.610 kata.
Contoh kata-kata yang diserap dari bahasa Inggris :
1. Aktor (Actor),
2. Aktris (Actress),
3. Bisnis (Business),
4. Departemen (Department), dan lain-lain.
Berdasarkan referensi, jumlah kata yang diserap dari berbagai bahasa antara lain :
1. Bahasa Arab (1.495 kata)
2. Bahasa Sansekerta atau jawa kuno (677 kata)
3. Bahasa Cina (290 kata)
4. Bahasa Portugis (131 kata)
5. Bahasa Tamil (83 kata)
6. Bahasa Parsi (63 kata)
7. Bahasa Hindi (7 kata)
Kata – kata serapan itu masuk ke dalam bahasa Indonesia dengan empat cara yang lazim ditempuh yaitu adopsi , adaptasi, penerjemahan, dan kreasi.

1. Cara Adopsi
Cara adopsi terjadi apabila pemakai bahasa hanya mengambil makna kata asing itu secara keseluruhan. 
Contoh : 
1. Supermarket.
2. Plaza
.
3. Mall.
4. Hotdog.
5. Impeachment.

2. Cara Adaptasi

Cara adaptasi terjadi apabila pemakai bahasa hanya mengambil makna kata asing itu, sedangkan ejaan atau cara penulisannya disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia.
Contoh :
1. Option = Opsi.
2. Provocateur = Provokator.
3. Conspiracy = Konspirasi.
4. Reformation = Reformasi.
5. Pluralization = Pluralisasi.
6. Acceptability = Akseptabilitas.
7. Maximal = Maksimal.
8. Cadeu =  Kado.

3. Cara Penerjemahan

Cara ini terjadi apabila pemakai bahasa mengambil konsep yang terkandung dalam bahasa asing itu, kemudian kata tersebut diberi padanan dalam bahasa Indonesia.
Contoh :
1. Overlap
= Tumpang-tindih.
2. Acceleration = Percepatan.
3. Pilot Project =  Proyek rintisan.
4. Try Out = Uji coba.

4. Cara Kreasi
Cara ini terjadi apabila pemakai bahasa hanya mengambil konsep dasar yang ada dalam bahasa sumbernya, kemudian dicarikan padanannya dalam bahasa Indonesia.
Contoh :
1. Effective =  Berhasil guna.
2. Shuttle =  Ulang alik.
3. Spare part =  Suku cadang.
1.6  Pemakaian Tanda Baca
            A. Tanda Titik (.)
1.
Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
    Ayahku tinggal di Solo.
    Biarlah mereka duduk di san
Ha  Hari ini tanggal 6 April 1973.
2.
Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka.
3.
Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Misalnya:
Acara Kunjungan Adam Malik
Bentuk dan Kedaulatan (Bab I UUD'45)
Salah Asuhan
4.
Tanda titik tidak dipakai di belakang : 1) alamat pengirim dan tanggal surat atau (2) nama dan alamat penerima surat.
Misalnya:
Jalan Diponegoro 82
Jakarta (tanpa titik)
1 April 1985 (tanpa titik)



B. Tanda Koma (,)

Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misalnya:
         Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
         Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus memerlukan perangko.
         Satu, dua, ... tiga!
2.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
Misalnya:
         Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
         Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
4.
Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itujadilagi pula,meskipun begituakan tetapi.
Misalnya:
         ... Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
         ... Jadi, soalnya tidak semudah itu.
5.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti oyawahaduhkasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:
         O, begitu?
         Wah, bukan main!
         Hati-hati, ya, nanti jatuh.
7.
Tanda koma dipakai di antara
(i) nama dan alamat,
(ii) bagian-bagian alamat,
(iii) tempat dan tanggal, dan
(iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:
         Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Raya Salemba 6, Jakarta.
         Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor
         Surabaya, 10 mei 1960
         Kuala Lumpur, Malaysia
8.
Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949 Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan 2. Djakarta: PT Pustaka Rakjat.
9.
Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
Misalnya:
W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Yogyakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4.
10.
Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya:
B. Ratulangi, S.E.
Ny. Khadijah, M.A.
11.
Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
Misalnya:
12,5 m
Rp12,50
13.
Tanda koma dapat dipakai—untuk menghindari salah baca—di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh.
Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan terima kasih.
Bandingkan dengan:
Kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh dalam pembinaan dan pengembangan bahasa.
Karyadi mengucapkan terima kasih atas bantuan Agus.

C. Tanda Titik Koma (;)
1)      Tanda titik koma sebagai pengganti kata pengubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk.
Misalnya:
Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu sibuk bekerja di dapur; Adik menghapal nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran "Pilihan Pendengar".
D. Tanda Titik Dua (:)
1)    Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian.
Misalnya:
Kita sekarang memerlukan perabotan rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
Hanya ada dua pilihan bagi pejuang kemerdekaan itu: hidup atau mati.
2)      Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya:
a.
Ketua
Sekretaris
Bendahara
 :
 :
 :
Ahmad Wijaya
S. Handayani
B. Hartawan

b.
Tempat Sidang
Pengantar Acara
Hari
Waktu
 :
 :
 :
 :
Ruang 104
Bambang S.
Senin
09.30
3)      Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Misalnya:
Ibu
 :
(meletakkan beberapa kopor) "Bawa kopor ini, Mir!"
Amir
 :
"Baik, Bu." (mengangkat kopor dan masuk)
Ibu
 :
"Jangan lupa. Letakkan baik-baik!" (duduk di kursi besar)
4)      Tanda titik dua dipakai (i) diantara jilid atau nomer dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
E. Tanda Hubung
1)      Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
Misalnya:
Kini ada cara yang baru untuk meng-
ukur panas.
Kukuran baru ini memudahkan kita me-
ngukur kelapa.
Senjata ini merupakan alat pertahan-
an yang canggih.
2)     Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan bagian kata didepannya pada pergantian baris.
3)      Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya:
anak-anak, berulang-ulang, kemerah-merahan.
Angka 2 sebagai tanda ulang hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai pada teks karangan.

4)      Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tunggal.
5)     Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian kata atau ungkapan dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata.
6)    Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan –an, (iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap.
7)     Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa Asing.
F. Tanda Pisah (-)
1)    Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangunan kalimat.
Misalnya:
Kemerdekaan bangsa itu—saya yakin akan tercapai—diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri
2)     Tanda pisah menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas.
Misalnya:
Rangkaian temuan ini—evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom—telah mengubah persepsi kita tentang alam semesta.
3)     Tanda pisah dipakai diantara dua bilangan atau tanggal yang berarti ‘sampai ke’ atau ‘sampai dengan’.
Misalnya:
Rangkaian temuan ini—evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom—telah mengubah persepsi kita tentang alam semesta.
1910—1945
tanggal 5—10 April 1970
Jakarta—Bandung
G. Tanda Elipsis (…)
1)      Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
Misalnya:
Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak.
2)   Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.
Misalnya:
Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut
H. Tanda Tanya (?)
1)      Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya:
Kapan ia berangkat?
Saudara tahu, bukan?
2)  Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Misalnya:
Ia dilahirkan pada tahun 1683 (?).
Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.
I. Tanda seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.
Misalnya:
         Alangkah seramnya peristiwa itu!
         Bersihkan kamar itu sekarang juga!
         Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak-istrinya!


J. Tanda kurung ((…))
1)      Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan.
Misalnya:
Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor itu.
2)  Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Misalnya:
         1. Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.
      2. Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan arus perkembangan baru dalam pasaran dalam negeri.
3)      Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
Misalnya:
        1. Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a).
     2. Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.
4)      Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.
Misalnya:
Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.
K. Tanda kurung siku ([…])
1)      Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli.
Misalnya:
Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
2)     Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
Misalnya:
       Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman 35–38]) perlu dibentangkan di sini.

L. Tanda Petik (“…”)
1)      Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain.
Misalnya:
      1.   "Saya belum siap," kata Mira, "tunggu sebentar!"
   2.    Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, "Bahasa negara ialah Bahasa Indonesia."
2)      Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
Misalnya:
    1.   Bacalah "Bola Lampu" dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu Tempat.
    2. Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul "Rapor dan Nilai Prestasi di SMA"      diterbitkan dalam Tempo.
 3.   Sajak "Berdiri Aku" terdapat pada halaman 5 buku itu.
3)   Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
4)      Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.
5)     Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat.
M. Tanda Petik Tunggal ('...')
1)      Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
 Misalnya:
 feed-back 'balikan'
N. Tanda Garis Miring (/)
1)    Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
tahun anggaran
Misalnya:
No. 7/PK/1973
Jalan Kramat III/10
1985/1986
2)      Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap.
Misalnya:
ikirimkan lewat darat/laut
(dikirimkan lewat darat atau laut)
O. Tanda Penyingkat (Apostrof) (')
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Misalnya:
Ali 'kan kusurati.
('kan = akan)
Malam 'lah tiba.
('lah = telah)
1 Januari '88
('88 = 1988)


1.7  Akronim dan Singkatan
            Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih. Sedangkan akronim, ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
Khusus untuk pembentukan akronim, hendaknya memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut.
(1) Jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata Indonesia.
(2) Akronim dibentuk dengn mengindahkan keserasian kombinasi vocal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim.

Pedoman pembentukan singkatan dan akronim diatur dalam Keputusan Mendikbud RI Nomor 0543a/U/198, tanggal 9 September 1987 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.

1. Singkatan

A. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda titik.
Misalnya :
Muh. Yamin
Suman Hs.
M.B.A. (master of business administration)
M.Sc. (master of science)
S.Pd. (Sarjana Pendidikan)
Bpk. (bapak)
Sdr. (saudara)
Kol. (Kolonel)

B. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf capital dan tidak diikuti tanda titik.
Misalnya :
MPR (Majelis Perwakilan Rakyat)
PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia)
KTP (Kartu Tanda Penduduk)

C. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu titik.
Mislnya :
dsb. (dan sebagainya)
hlm. (halaman)
sda. (sama dengan atas)

D. Singkatan umum yang terdiri atas dua huruf, setiap huruf diikuti titik.
Mislnya :
a.n. (atas nama)
d.a. (dengan alamat)
u.b. (untuk beliau)
u.p. (untuk perhatian)

E. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
Misalnya :
Cu (kuprum)
cm (sentimeter)
l (liter)
kg (kilogram)
Rp (rupiah)

2. Akronim

Akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata ataupun gabungan huruf dan suku kata yang dapat ditulis dan dilafalkan sebagai kata yang wajar.

A. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.
Misalnya :
ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia)
LAN (Lembaga Administrasi Negara)
SIM (surat izin mengemudi)

B. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
Misalnya:
Akabri (Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia)
Iwapi (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia)
Sespa (Sekolah Staf Pimpinan Administrasi)
Pramuka (Praja Muda Karana)


C. Akronim yang buka nama diri yang berupa gabungan, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kecil.
Misalnya:
pemilu( pemilihan umum)
rapim (rapat pimpinan)
rudal (peluru kendali)
tilang (bukti pelanggaran)

Sembilan pola Akronim dan Singkatan

1. Pola
Pertama
Singkatan ini terdiri atas huruf besar. Huruf besar yang dijadikan pola singkatan tersebut adalah huruf-huruf awal kata. Singkatan seperti ini adalah singkatan yang umum dipakai baik dalam bahasa Indonesia maupun dalam bahasa asing. Pada singkatan jenis ini tidak diperlukan tanda titik, misalnya KKN (Kuliah Kerja Nyata), PT (Perusahaan Terbatas).

2. Pola Kedua
Pola kedua adalah akronim yang unsur-unsurnya terdiri atas huruf-huruf besar. Huruf-huruf besar yang membentuknya terdiri atas huruf-huruf awal kata yang membentuknya, misalnya ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), LAN (Lembaga Administrasi Negara), ASI (Air Susu Ibu).

3. Pola
Ketiga
Pola ketiga adalah singkatan yang terdiri atas huruf-huruf kecil. Singkatan tersebut berasal dari huruf-huruf awal kata. Dalam pembentukannya kita harus menggunakan tanda titik di antara huruf-huruf pembentuk singkatan itu, misalnya: a.n. (atas nama), u.b. (untuk beliau), u.p. (untuk perhatian).

4. Pola Keempat

Pola keempat adalah singkatan yang terdiri atas huruf–huruf kecil, yang dibentuk dari huruf awal kata yang membentuknya. Singkatan itu terdiri atas tiga huruf kecil dan dibubuhi tanda titik pada akhir singkatan, misalnya dll. (dan lain-lain), dsb. (dan sebagainya).

5. Pola Kelima
Pola kelima adalah singkatan yang berupa akronim dari nama badan atau nama diri. Singkatan ini terdiri atas huruf-huruf bagian kata yang membentuk singkatan itu, bukan hanya huruf awal kata. Singkatan ini dilafalkan sebagai sebuah kata, sehingga kita sebut akronim. Huruf awal akronim harus ditulis dengan huruf besar, misalnya: Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional).

6. Pola Keenam
Akronim pada pola keenam ini adalah akronim yang seluruhnya ditulis dengan huruf kecil, misalnya: tilang (bukti pelanggaran), rudal (peluru kendali).

7. Pola Ketujuh

Pola ketujuh adalah singkatan pada gelar kesarjanaan dan sapaan. Singkatan pada pola ketujuh ini merupakan singkatan yang khusus karena wujudnya dapat berupa singkatan yang terdiri atas huruf-huruf awal kata dan dapat pula berbentuk akronnim seperti pola kelima. Yang membedakannya adalah pada pola ketujuh ada penggunaan tanda baca titik. Singkatan pada pola ketujuh ini menggunakan tanda titik pada setiap huruf besar hasil singkatan, misalnya S.H. (Sarjana Hukum), M.Hum (Magister Humaniora).

8. Pola Kedelapan
Pola kedelapan adalah pola singkatan yang berhubungan dengan lambang kimia, ukuran, takaran, timbangan, dan besaran.Singkatan pada pola ini tidak dibenarkan untuk menggunakan tanda titik, misalnya Rp (rupiah), cm (sentimeter), kg (kilogram).

9. Pola Kesembilan
Singkatan yang termasuk dalam pola kesembilan ini disebut sebagai “bentuk singkat”. Sebagian besar kata-kata berasal dari bahasa asing. Dalam bentuk singkat ini tidak diperlukan tanda titik, misalnya lab (laboratorium), Café (cafetaria), memo (memorandum).

Pemakaian Singkatan dan Akronim pada Sarana Chatting di Internet dan SMS
          
            Singkatan pada media Chatting dan SMS hampir serupa. Di internet percakapan dilakukan secara global. Pada awalnya pemakai tidak mengetahui identitas seseorang secara pasti. Hal ini dimungkinkan karena pemakai dapat menggunakan berbagai identitas yang berbeda. Selain itu, pemakai tidak mengetahui siapa yang dituju sebelum lawan bicara kita memberi data pribadinya dengan jelas. Karena bersifat global, bahasa yang digunakan tidak hanya menggunakan bahasa Indonesia.

            Bahasa Inggris yang merupakan bahasa pergaulan internasional menjadi bahasa yang mau tidak mau harus dimengerti oleh pemakai dunia chatting. Oleh karena itu, pemakai sarana percakapan ini harus orang yang multibahasa. Apalagi, jika si pemakai mencoba untuk memasuki wilayah dengan bahasa yang berbeda. Cara memasuki kelompok bahasa yang berbeda ini akan mudah didapat jika masuk ke ruangan (room) yang disediakan untuk berinteraksi. Keanekaragam ruangan dapat dilihat dari wilayah, jenis keperluan (komputer dan internet, keagamaan, dll). Wilayah (regional) dapat dimulai dari negara yang dituju, contohnya ruangan dengan wilayah (regional) Indonesia. Indonesia terbagi atas beberapa ruangan, misalnya Jakarta Global Chat, Nusantara Global Chat, Bandung, Bali, Jogja. Tiap kota mempunyai channel untuk memudahkan memilih lokasi, tujuan, dan lawan bicaranya. Pengguna sarana chatting ini dengan mudah masuk ke negara lain untuk mengetahui bahasa, adat, dan budaya. Untuk masuk ke wilayah lain, pemakai harus menguasai bahasa Inggris, sebagai bahasa internasional.

            Dalam SMS pengguna sudah mengetahui siapa orang yang dituju, sehingga bahasa yang akan digunakan pun sudah dapat diketahui, termasuk dalam pemakaian ragam bahasa. Jika akan meng-SMS seseorang yang kedudukannya lebih tinggi, tentu saja ragam bahasa yang dipergunakan cenderung yang resmi dan santun. Berbeda apabila kita akan berkomunikasi SMS dengan teman sebaya, bahasa yang dipergunakan cenderung santai dan tidak resmi.



1.8 Pembentukan Istilah
1.      Definisi istilah
           Istilah adalah kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang tertentu dan memberikan suatu pengertian.
2.      1. Tata Istilah dan Tata Nama
Tata istilah ialah perangkat peraturan pembentukan istilah dan kumpulan istilah yang dihasilkannya. Tata nama istilah ialah perangkat peraturan penamaan beberapa cabang ilmu seperti kimia, dan biologi beserta kumpulan nama yang dihasilkannya.
3.      2. Istilah Umum dan Istilah Khusus
Istilah umum adalah istilah yang berasal dari bidang tertentu yang karena dipakai secara luas menjadi unsure kosakata umum.
Istilah khusus adalah istilah yang maknanya terbatas pada bidang tertentu saja.
4.      3. Persyaratan yang Baik dalam Istilah
Ada beberapa persyaratan dalam pemanfaatan kosakata bahasa Indonesia:
a.     Istilah yang dipilih tidak menyimpang dari makna dan harus mengungkapkan konsep yang sesuai yang dimaksud.
b.      Istilah yang dipilih harus singkat diantara pilihan yang tersedia yang mempunyai rujukan sama.
c.       Istilah yang dipilih mempunyai nilai rasa (konotasi) baik.
d.      Istilah yang dipilih sedap didengar atau eufonik.
e.       Istilah yang dipilih harus sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.

B.     4. Proses pembentukan istilah

1.      A. Konsep ilmu pengetahuan dan peristilahannya
Upaya pada ilmuan terus berlanjut dalam menciptakan dan menghasilkan konsep peristilahan, meskipun belum sesempurna seperti yang diharapkan. Memang ada yang sudah mapan namun ada yang perlu diperbaharui, kemungkinan bahwa para iluan Indonesia akan mencetuskan konsep ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang sama sekali baru sehingga akan diperlukan penciptaan istilah baru.
2.      B. Bahan baku istilah Indonesia
Bahan istilah Indonesia diambil dari berbagai sumber, terutama dari tiga golongan bahasa yang penting, yakni:
1)      Bahasa Indonesia, termasuk unsure serapannya, dan bahasa melayu.
2)      Bahsa nusantara yang serumpun, termasuk bahasa jawa kuno.
3)      Bahasa asing, seperti bahasa inggris dan bahasa arab.

C.     C. Pemadanan istilah

Pemadanan istilah asing ke dalam bahasa Indonesia dilakukan lewat penerjemahan, penyerapan, atau gabungan pene danrjemahan dan penerapan.
1.      Penerjemahan langsung
Terjemahan sesuai makna tetapi bentuknya tidak sepadan.
Contoh:
Supermarket – pasar swalayan
Merger – gabungan usaha
2.      Ada beberapa pedoman dalam pembentukan istilah lewat penerjemahan
a.      Penerjemahan tidak harus berasas satu kata diterjemahkan dengan satu kata terjemahannya.
Contohnya:
Psikologis – ahli psikologis
Medical practitioner – dokter
b.      Istilah asing yang positif diterjemahkan dalam bentuk positif dan juga     sebaliknya.
Contohnya:
Inorganic – takorganik
Bound form- bentuk terikat
c.       Kelas kata istilah asing dalam penerjemahan sedapat-dapatnya dipertahankan pada istilah terjemahannya.
Contohnya:
Merger (nomina) – gabungan usaha (nomina)
Transparan (adjektiva) – bening (adjektiva)
d.      Istilah yang berbentuk prular, pemarkah kejamakannya ditanggalkan pada istilah Indonesia.
Contohnya:
Alumni – lulusan
Master of ceremonies – pembawa acara
e.       Perekaan dalam penerjemahan
Adakalanya upaya pemadanan isrilah asing perlu dilakukan dengan istilah baru.
Contohnya:
Pemadanan catering menjadi jasa boga.
3.      D. Penyerapan istilah
Penyerpan istilah asing dilakukan berdasarkan hal-hal berikut :
      a. Adanya ketersalin antara bahasa asing dan bahasa Indonesia secara timbal balik ( intertrnslatability ) mengingat keperluan masa depan.
      b. Mempermudah pemahaman teks asing karena dikenal lebih dahulu.
      c.   Istilah asing lebih ringakas jika dibandingkan dengan terjemahan indonesianya.
      d.  Mempermudah kesepakatan antarpakar jika padanan terjemahannya terlalu banyak sinonimnya.
      e.       Istilah asing yang tidak mengandung konotasi buruk dan harus tepat dan benar.
4.      1. Proses penyerapan istilah
Proses penyerapa istilah asing dilakukan denagan cara:
a.       1.1 Penyerapan dengan penyesuaian ejaan dan lafal.
Contohnya:
Camera - kamera
System  - sistem
b.      1.2 Penyerapan dengan penyesuaian ejaan tanpa penyesuaian lafal.
Contonya:
Design - desain
Science - sains
c.       1.3 Penyerapan tanpa penyesuaian ejaan, tetapi dengan penyesuaian lafal.
Contohnya:
Bias - bias
Nasal - nasal
d.      2. Penyerapan tanpa penyesuaian ejaan dan lafal.
2.1 Penyerapan istilah ini dilakukan jika ejaan dan lafal asing tidak berubah dalam banyak bahasa modern, dan istilah dicetak dengan huruf miring.
Contonya:
Status quo
Espirit de corps
2.2 Penyerapan istilah tanpa penyesuaian ejaan dan lafal dilakukan jika istilah itu juga dipakai secara luas dalam kosakata umum, dicetak dengan huruf tegak.
Contohnya:
Golf - golf
Lift - lift
5.      3. Penyerapan afiks dan bentuk terikat istilah asing
a.       Penyesuaian ejaan prefix dan bentuk terikat prefix asing yang bersumber pada bahasa indo-eropa dapat dipertimbangkan pemakaiannya di dalam peristilahan bahasa Indonesia setelah disesuaikan ejaannya.
·         a-, ab-, abs- (‘dari’ ‘menyimpang dari’ ‘menjauhka dari’) tetap a-, ab-, abs-
amoral             amoral
abstract            abstrak
·         a-, an-, ‘tidak, bukan, tanpa’ tetap a-, an-.
Anemia          anemia
Aphasia          afasia
·         ad-, ac-, ‘ke’, ‘berdekatan dengan’, ‘melekat pada’, menjadi ad-, ak-.
Adhesion         adesi
Acculturation  alkulturasi
Dsb
Sufiks asing dalam bahasa Indonesia diserap sebagai bagian kata berafiks yang utuh. Kata seperti standarisasi, implementasi, dan objektif diserap secara utuh disamping kata standar, implement, dan objek. Berikut daftar kata bersufiks tersebut.
·      -aat (belanda) menjadi –at
Plaat                pelat
·      -ac (inggris) menjadi –ak
Maniac                        maniak
·      -al (ingris) menjadi –al
Minimal           minimal
·      -cy (ingris) menjadi –asi,-si
Accuracy         akurasi
·      -icle (ingris) menjadi –ikel
Article             artikel
·      -ine (ingris) menjadi –in
Cocaine           kokain
·      -y (ingris) menjadi –i
Monarchy philosophy   menjadi Monarki filosofi
6.      4. Gabungan Penerjemahan dan Penyerapan
Istilah bahasa Indonesia dapat dibentuk dengan menerjemahkan dan menyerap istilah asing sekaligus.
Contohnya:
Clay colloid     koloid lempung
Subdivision     subbagian
7.        
M       
           E. Bagan Prosedur Pembakuan Istilah

D.    1. Aspek Tata Bahasa Peristilahan

1.      1.1 Istilah Bentuk Dasar
Istikah bentuk dasar dapat dipilih diantara kelas kata seperti nomina, verba, adjektiva, dan numeralia.  
2.      1.2 Istilah Bentuk Berafiks
Istilah bentuk berafiks disusun dari bentuk dasar dengan penambahan prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks seturut kaidah penbentukan kata bahasa Indonesia.
3.      1.3 Istilah Bentuk Ulang
Istilah  bentuk ulang dapat berupa ulangan bentuk dasar seutuhnya atau sebagiannya dengan atau tanpa pengimbuhan dan pengubahan bunyi.
4.      1.4 Istilah Bentuk Majemuk
Istilah bentuk majemuk atau kompositum merupakan hasil penggabungan dua bentuk atau lebih, yang menjadi satuan fleksikal baru.
5.      1.5 Istilah Bentuk Analogi
Istilah bentuk analogi bertolak dari pola bentuk istilah yang sudah ada seperti berdasarkan pola bentuk pegulat, tata bahasa, juru tulis, pramugari, dengan pola analogi pada istilah  tersebut.
6.      1.6 Istilah Bentuk Metanalisisi
 Istilah hasil metanalisis terbentuk melalui analisis unsure yang keliru.
7.      1.7 Istilah Bentuk Singkatan
Istilah bentuk singkatan adalah bentuk yang penulisannya dipendekkan.
8.      1.8 Istilah Bentuk Akronim
Istilah bentuk akronim adalah istilah pemendekkan bentuk majemuk yang berupa gabungan huruf awal suka kata dan gabungan suku kata.
9.      2. Lambang Huruf
Lambang huruf adalah satu huruf atau lebih yang melambangkan konsep dasar ilmiah seperti kuantitas dan nama unsur.
10.  2.1 Gambar Lambang
Gambar lambang adalah gambar atau tanda lain yang melambangkan konsep ilmiah menurut konvensi bidang ilmu yang bersangkutan.
11.  2.2 Satuan Dasar Sistem Internasional (SI)
Satuan dasar sistem internasional (Systeme Internasional d’Unites ) yang diperjanjikan secara internasional dinyatakan dengan huruf lambing.
12.  2.3 Kelipatan dan Fraksi Satuan Dasar
Untuk menyatakan kelipatan dan fraksi satuan dasar atau turunan digunakan nama dan lambang.
13.  2.4 System Bilangan Besar
System bilangan besar diatas satu juta dianjurkan adalah sebagai berikut
14.  2.5 Tanda Desimal
System satuan internasional menentukan bahwa tanda desimal boleh dinyatakan dengan koma atau titik.




E.    3.  Aspek  Semantik Peristilahan
A.    3.1 Pemberian Makna Baru
Artinya, kata itu dapat dikurangi atau ditambah jangkauan maknanya sehingga penerapannya lebih sempit atau lebih luas. Contohnya pada penyempitan makna dan perluasan makna.
B.     3.2 Istilah Sinonim
Dua istilah atau lebih yang maknanya sama atau mirip, tetapi bentuknya berlainan.  :mikro- sebagai padanan micro-dalam hal tertentu lebih baik daripada renik.
C.    3.3  Istilah Homonim
Istilaeda  homonim berupa dua istilah, atau lebih, yang sama ejaan dan lafalnya, tetapi maknanya berbeda, karena asalnya berlainan. Istilah homonym dapat dibedakan menjadi :
1.      3.4 Homograf
Istilah homograf adalah istilah yang sama ejaannya, tetapi berbeda lafalnya. Contohnya : teras-inti
teras-lantai datar dimuka rumah
2.      3.5 Homofon
Istilah homofon adalah istilah yang sama lafalnya, tetapi berbeda ejaannya. Contohnya : bank dengan bang
D.    3.6 Istilah Polisem
Istilah polisem adalah bentuk yang memiliki makna ganda yang bertalian. Contohnya :
(cushion)head – topi(tiang pancang)
E.     3.7 Istilah Hiponim
Istilah hiponim adalah bentuk yang maknanya terangkum dalam hiperonim, atau subordinatnya, atau superordinatnya, yang mempunyai makna yang lebih luas. Contohnya : kata mawar, melati, cempaka, misalnya, masing-masing disebut hiponim terhadap kata bunga yang menjadi hiperonim atau superordinatnya.
F.      3.8 Istilah Taksonim
Istilah  taksonomi adalah hiponim dalam sistem klasifikasi konsep bawahan dan konsep atasan yang bertingkat-tingkat. Contohnya : Makhluk (bakteri, hewan).


G.    3.9 Istilah Meronim
Istilah meronim adalah istilah yang maujud (entity) yang ditunjuknya merupakan bagian dari maujud lain yang menyeluruh ( holonim). Contohnya : tubuh(kepala)
































DAFTAR PUSTAKA



Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH : AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH (TUGAS METODOLOGI STUDI ISLAM)

TAREKAT : PENGERTIAN DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA

MAKALAH : MADZHAB FIQH